Pernah melakukan pedekate ke gebetan namun gagal? ... Ups... maaf salah intro :-)
Saya buka postingan kali ini dengan sebuah artikel surat kabar elektronik yang sudah cukup lama tapi saya pikir masih cukup relevan.
Tiga begal kena batunya di Medan, Sumatera Utara (Sumut). Menyangka korbannya sasaran yang mudah, ternyata justru jago bela diri. Para begal tersungkur kena hajar dan digelandang ke kantor polisi.Annisa Mutia (17), yang merupakan mahasiswa Universitas Medan Area (UMA), mengaku tidak menyangka menjadi sasaran perampok. Untungnya dia punya bekal bela diri, dan kemudian melawan aksi para begal."Saat itu aku memberanikan diri untuk melawan," kata Annisa di Medan, Sumatera Utara (Sumut), Sabtu (28/2/2015).Kasus perampokan itu terjadi pada Selasa (24/2) sekitar pukul 18.00 WIB. Bermula ketika Annisa naat naik motor di kawasan Pancur Batu, Deli Serdang, bersama seorang teman yang baru dikenalnya Firman. Tiba-tiba mereka dipepet dua pria yang berboncengan naik sepeda motor Yamaha Jupiter. Salah seorangnya malah mengacungkan pisau yang panjangnya sekitar 15 cm."Saat aku dipegang kerah bajuku, pelaku lain juga menodong aku dengan pisau, dan mereka meminta aku untuk menyerahkan handphone dan uang, namun aku tak memberikannya," kata Annisa yang tinggal di kawasan Medan Selayang.Annisa yang tergabung dalam Persaudaraan Kempo Indonesia (Perkemi) Sumut tak takut dengan ancaman itu. Dia justru mengajak pelaku berkelahi."Aku bilang ke mereka, kalau berani tak usah pakai pisau. Kalau memang berani ayo kita berkelahi," kata Annisa.Perkelahian terjadi sekitar sepuluh menit. Saat itu ada pengembala lembu yang melihat Annisa ditodong, datang membantu. Tak lama warga lain juga ikut menolong, pelaku sempat lari namun dapat dikejar dan babak belur dihajar warga. Seterusnya diserahkan ke Polsek Pancur Batu.Pelaku yang belakangan diidentifikasi sebagai JSD (15) dan FP (15) kini masih ditahan polisi. Berdasarkan pemeriksaan sementara, kedua pelaku menyatakan Firman yang semula membonceng Annisa ikut mendesain perampokan. Tak ayal mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta itu juga ikut diperiksa polisi.
Beruntung si korban adalah seorang praktisi beladiri, tetapi yang lebih penting lagi adalah kisah perampokan ini berakhir dengan baik: si korban selamat dan para perampok berhasil dibekuk dan diserahkan ke pihak yang berwenang.
All's well that ends well... (sok kem-inggris ;D)
Tetapi ada yang menarik disini.
Bukan tentang si korban yang mampu menggunakan hasil latihan beladiri-nya untuk menghadapi (dan mengatasi) serangan perampok, tetapi tentang cara 'pendekatan' yang dilakukan oleh para perampok tersebut.
Seperti yang bisa kita baca dalam artikel berita di atas, si perampok langsung menyerang korbannya dengan cara mengancam menggunakan pisau. Metode seperti ini (mengancam dengan pisau, mencengkeram kerah baju, dsb) dikenal sebagai metode "blitz", satu dari 3 metode 'pendekatan' agresi yang sering disinggung-singgung oleh oleh para ahli beladiri praktis macam krav maga dan systema.
Saya buka postingan kali ini dengan sebuah artikel surat kabar elektronik yang sudah cukup lama tapi saya pikir masih cukup relevan.
Tiga begal kena batunya di Medan, Sumatera Utara (Sumut). Menyangka korbannya sasaran yang mudah, ternyata justru jago bela diri. Para begal tersungkur kena hajar dan digelandang ke kantor polisi.Annisa Mutia (17), yang merupakan mahasiswa Universitas Medan Area (UMA), mengaku tidak menyangka menjadi sasaran perampok. Untungnya dia punya bekal bela diri, dan kemudian melawan aksi para begal."Saat itu aku memberanikan diri untuk melawan," kata Annisa di Medan, Sumatera Utara (Sumut), Sabtu (28/2/2015).Kasus perampokan itu terjadi pada Selasa (24/2) sekitar pukul 18.00 WIB. Bermula ketika Annisa naat naik motor di kawasan Pancur Batu, Deli Serdang, bersama seorang teman yang baru dikenalnya Firman. Tiba-tiba mereka dipepet dua pria yang berboncengan naik sepeda motor Yamaha Jupiter. Salah seorangnya malah mengacungkan pisau yang panjangnya sekitar 15 cm."Saat aku dipegang kerah bajuku, pelaku lain juga menodong aku dengan pisau, dan mereka meminta aku untuk menyerahkan handphone dan uang, namun aku tak memberikannya," kata Annisa yang tinggal di kawasan Medan Selayang.Annisa yang tergabung dalam Persaudaraan Kempo Indonesia (Perkemi) Sumut tak takut dengan ancaman itu. Dia justru mengajak pelaku berkelahi."Aku bilang ke mereka, kalau berani tak usah pakai pisau. Kalau memang berani ayo kita berkelahi," kata Annisa.Perkelahian terjadi sekitar sepuluh menit. Saat itu ada pengembala lembu yang melihat Annisa ditodong, datang membantu. Tak lama warga lain juga ikut menolong, pelaku sempat lari namun dapat dikejar dan babak belur dihajar warga. Seterusnya diserahkan ke Polsek Pancur Batu.Pelaku yang belakangan diidentifikasi sebagai JSD (15) dan FP (15) kini masih ditahan polisi. Berdasarkan pemeriksaan sementara, kedua pelaku menyatakan Firman yang semula membonceng Annisa ikut mendesain perampokan. Tak ayal mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta itu juga ikut diperiksa polisi.
Dikutip dari detikNews, 28 Pebruari 2015
Beruntung si korban adalah seorang praktisi beladiri, tetapi yang lebih penting lagi adalah kisah perampokan ini berakhir dengan baik: si korban selamat dan para perampok berhasil dibekuk dan diserahkan ke pihak yang berwenang.
All's well that ends well... (sok kem-inggris ;D)
Tetapi ada yang menarik disini.
Bukan tentang si korban yang mampu menggunakan hasil latihan beladiri-nya untuk menghadapi (dan mengatasi) serangan perampok, tetapi tentang cara 'pendekatan' yang dilakukan oleh para perampok tersebut.
Seperti yang bisa kita baca dalam artikel berita di atas, si perampok langsung menyerang korbannya dengan cara mengancam menggunakan pisau. Metode seperti ini (mengancam dengan pisau, mencengkeram kerah baju, dsb) dikenal sebagai metode "blitz", satu dari 3 metode 'pendekatan' agresi yang sering disinggung-singgung oleh oleh para ahli beladiri praktis macam krav maga dan systema.
Photo credit: MichaelWuensch |
Dirumuskan pertama kali oleh R. R. Hazelwood dan A. W. Burgess pada tahun 1999, tiga metode pendekatan tersebut adalah: 'con', 'surprise', dan 'blitz'.
'Con' adalah tipe pendekatan dimana seorang pelaku kejahatan dengan berbagai cara berusaha membuat korbannya lengah sebelum melancarkan serangan yang sebenarnya. Contoh dari pendekatan con ini adalah seorang yang pura-pura menanyakan waktu untuk kemudian memukul kepala Anda saat Anda sedang menunduk melihat jam tangan.
'Surprise' adalah pendekatan dimana si pelaku kejahatan menunggu korbannya lengah sebelum melakukan serangan. Contohnya adalah seorang yang menunggu di balik tembok atau semak-semak untuk menyerang (secara tiba-tiba) korban yang lewat.
'Blitz' adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menyerang korban secara langsung tanpa tedeng aling-aling, biasanya dilakukan oleh pelaku yang secara fisik lebih kuat atau oleh pelaku yang bersenjata. Metode blitz inilah yang paling sering menyebabkan luka baik untuk si korban maupun si pelakunya sendiri.
Seni beladiri kan mengajarkan cara-cara untuk membela diri dari serangan, lalu dimana letak kesalahannya?
Sebagian besar seni beladiri (terutama seni beladiri tradisional) hanya memfokuskan latihannya pada cara-cara mengantisipasi serangan langsung.
Dalam latihan, kita selalu dilatih untuk mengatasi pukulan (atau tendangan) ataupun cengkeraman (ke arah pergelangan tangan, lengan, kerah baju, tenggorokan) yang jelas-jelas ditujukan untuk menyerang kita. Tetapi pernahkah Anda dilatih atau berlatih untuk mengantisipasi pendekatan con dan/atau surprise?
Saya berani bertaruh jawabannya adalah tidak pernah.
Kapan terakhir kali seseorang di dojo Anda menyerang Anda secara tiba-tiba tanpa aba-aba terlebih dulu? Atau kapan terakhir kali seseorang di dojo Anda bertanya "Jam berapa sekarang?" sebelum memukul perut Anda?
Apapun itu, kenyataannya kita telah mengabaikan dua dari tiga metode yang sering digunakan oleh pelaku kejahatan untuk menyerang korbannya.
Apa yang ingin saya sampaikan disini adalah bahwa kenyataan yang terjadi dalam perkelahian yang sebenarnya terkadang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, dan bagaimana cara kita menghadapi kenyataan tersebut tergantung pada terbuka (atau tidak)-nya hati dan pikiran kita dalam latihan.
Berlatih untuk bisa mengatasi metode pendekatan blitz mungkin adalah tradisi latihan dari seni beladiri yang Anda pelajari, tetapi itu bukanlah kenyataan yang sebenarnya. Itu hanyalah sebagian--1/3 tepatnya--dari kenyataan yang sebenarnya, 2/3 sisanya? Hanya nasib yang menentukannya.
0 komentar:
Post a Comment