Pariwara

Followers

Kaisho - Gyosho - Sosho: Filosofi Beladiri dalam Seni Kaligrafi

Posted by Yonatan Adi on 9:43 AM

Pernah menonton film laga Mandarin yang berjudul "Hero"?

Film dengan pemeran utama Jet Li sebagai pendekar pedang tak bernama (atau Nameless) ini adalah salah satu film bergenre wuxia (kungfu) yang menurut saya sangat bagus (meskipun endingnya sedikit agak... tonton sendiri aja deh biar tau ;D).

Selain bagus dan seru, saya juga menemukan sesuatu yang menarik di dalam film ini. Di dalam salah satu adegannya, Nameless sempat bertarung sengit melawan sepasang pendekar pedang yang bernama Broken Sword (diperankan oleh Tony Leung) dan Flying Snow (diperankan oleh Maggie Cheung).

Apa yang menarik? Selain ahli dalam ilmu pedang, kedua pendekar ini (Broken Sword dan Flying Snow) adalah seorang master dalam seni kaligrafi.

Berbagai bentuk seni (seperti lukisan, puisi, dan juga kaligrafi) memang sering dikaitkan dengan seni beladiri. Saya pernah membaca sebuah kutipan yang berbunyi:  
"[…] people who have mastered the secrets of martial arts are said to have mastered the common points of paintings and calligraphic works. It is not rare that famous martial artists of Japan and China are well-known painters and calligraphers.”– M. Nakamoto, “Bujutsu to Geijutsu” p. 40.
Selain ahli dalam ilmu beladiri, banyak sekali pendekar di Tiongkok dan Jepang yang juga ahli dalam bidang seni--salah satunya yang paling terkenal adalah Gichin Funakoshi, pendiri aliran (karate) shotokan yang juga merupakan seorang penulis puisi dengan nama pena "Shoto" ~karena itulah aliran karate yang didirikannya diberi nama shoto-kan yang secara harfiah berarti "rumahnya shoto".

Kendati bentuk-bentuk seni itu sendiri amatlah banyak (meski tidak sampai menghias angkasa ;D), di postingan ini saya hanya akan sedikit fokus pada seni kaligrafi atau yang dalam bahasa jepun-nya biasa disebut dengan "Shodo".

Seperti yang kita semua tahu, di dalam seni beladiri terdapat beberapa konsep yang sifatnya teoritis dan sedikit berbau filosofis salah satunya adalah konsep "su - ha - ri." Di dalam shodo (yang secara harfiah berarti "jalan" tulisan) ternyata juga ada konsep yang hampir sama. Konsep tersebut dinamakan "tiga aliran" (atau saya lebih suka menyebutnya "tiga tahapan") shodo.

Apa saja itu?

1. Kaisho ~ tahap pertama
Seorang pemula yang baru mulai belajar kaligrafi akan memulai dari tahap kaisho (atau tahap 'formal') ini. Tahap ini sangat penting bagi seorang praktisi beladiri (ups... salah) kaligrafer pemula untuk mendapatkan 'feel' guna mempelajari tahap selanjutnya.

Saat menulis kaligrafi dalam tahap kaisho ini, seorang kaligrafer akan mengangkat kuasnya dari permukaan kertas setiap kali selesai melakukan satu goresan. Setiap goresan dilakukan secara terpisah sehingga hasilnya terlihat 'rapi'.

Tahap kaisho ini tidak hanya mengajarkan dasar-dasar kaligrafi saja tetapi juga mengajarkan bagaimana mengaplikasikan dasar-dasar tersebut. Karakter huruf kanji yang ditulis dalam tahap kaisho ini mudah sekali untuk ditiru dan juga mudah untuk dibaca (bagi Anda yang mengerti huruf kanji tentu saja). 

2. Gyosho ~ tahap kedua
Gyosho lebih terlihat seperti tulisan sehari-hari. Apabila dicermati, gyosho terlihat lebih 'tidak rapi' daripada kaisho tetapi juga terlihat lebih alami dan 'mengalir'. Hal ini disebabkan karena dalam penulisannya, setiap goresan boleh tumpang tindih satu dengan yang lain, disaat menulis kuas juga lebih jarang diangkat dari permukaan kertas.

Seseorang yang fasih berbahasa Cina dan atau Jepang (terutama yang tertulis) akan dengan mudah mengenali karakter dalam gyosho, tetapi seorang yang baru belajar menulis huruf kanji mungkin akan mengalami sedikit kesulitan untuk sekedar mengenali apa yang mereka lihat.

3. Sosho ~ tahap ketiga
Inilah tahap terakhir dalam shodo. Sosho terlihat paling abstrak apabila dibandingkan dengan dua tahap sebelumnya, dan hampir tidak mungkin mengenali karakter huruf dalam tahap sosho tanpa menguasai tahap sosho itu sendiri. Hal ini disebabkan karena tulisan dari seorang master shodo yang satu akan sangat berbeda dengan tulisan dari master shodo yang lain meskipun mereka berdua menuliskan dua karakter huruf yang sama.

Pada tahap ini, kuas tidak pernah terangkat dari permukaan kertas sampai si kaligrafer (shodoka??) selesai menulis, ada beberapa gerakan goresan yang dimodifikasi (atau bahkan dihilangkan sama sekali) untuk menciptakan cara menulis yang sangat halus sehingga 'rasa' dan arti dari sebuah teknik beladiri (ups... salah lagi) karakter huruf bisa terwujud dengan baik.


Berikut ini adalah contoh perbandingan antara penulisan beberapa karakter huruf kanji dalam tahap kaisho dengan penulisan dalam tahap sosho. Perhatikan bahwa karakter yang saling bersebelahan adalah karakter yang sama.

Kaisho (kiri) dan sosho [Photo credit: Micro01]
[Sayangnya saya tidak menemukan gambar yang menunjukkan tahapan gyosho, tapi paling tidak Anda bisa membayangkan bahwa gyosho terletak diantara kaisho dan sosho.]


__________

Sekarang... coba Anda bandingkan tahapan seni kaligrafi ini dengan seni beladiri (lebih spesifik lagi dengan satu konsep filosofis dasar... *uhuk*su - ha - ri*uhuk*). Anda akan menemukan banyak sekali kesamaan.

Oh iya satu lagi, dalam shodo terdapat satu pepatah yang berbunyi:
"Terdapat lima warna dalam tinta hitam"
Lima disini bermakna 'sangat banyak' (peribahasa ini berasal dari negeri Cina, jadi jangan tanya kenapa lima bisa memiliki makna 'sangat banyak').

Maksud dari peribahasa tersebut adalah kalau Anda mampu mengekspresikan berbagai warna (warna = perasaan; emosi) hanya dengan menggunakan tinta warna hitam saja, dikatakan bahwa Anda adalah seorang master sejati.

Bagaimana dengan seni beladiri? Mungkin bisa jadi seperti ini:
"Terdapat lima cara (atau lima aplikasi) dalam satu waza/ teknik" 
(Lagi-lagi lima bermakna 'sangat banyak')

Setuju dengan saya?


Nama Anda
New Johny WussUpdated: 9:43 AM

0 komentar:

Post a Comment

Copyscape

Protected by Copyscape

Blog Archive

Powered by Blogger.

Paling Dilihat

CB