Baru-baru ini, saat sedang bersih-bersih rumah, saya menemukan sertifikat pelatih daerah yang pernah saya peroleh beberapa tahun yang lalu. Tentu saja, karena saya memperolehnya sudah cukup lama (sekitar tahun 2014), masa berlaku sertifikat tersebut sudah berakhir. Tetapi disaat itulah muncul ide postingan di benak saya (lumayan kan, karena sudah hampir satu bulan ini otak saya seperti buntu), disaat itu pula saya menyadari bahwa sertifikat tersebut tidak ada gunanya.
Eits, tunggu dulu... jangan salah sangka dulu, yang saya bilang tidak berguna adalah sertifikat yang berupa selembar kertas yang bisa saya pegang (dan saya pamerkan) dan bukan... sekali lagi dan BUKAN ilmu dan wawasan yang saya dapatkan saat mengikuti penataran untuk mendapatkan sertifikat tersebut.
Sekedar cerita, untuk mendapatkan sertifikat tersebut saya harus berjuang membanting jari dan memeras otak (serta melawan gigitan lusinan nyamuk di malam hari, belum lagi tempat penginapan yang sedikit horor) selama tiga hari dua malam. Tetapi semuanya terbayar karena setelah selesai mengikuti penataran pelatih tersebut, saya jadi tahu bahwa melatih itu ada cara dan metodenya, saya jadi tahu bahwa seorang pelatih beladiri tidak hanya harus mengajarkan pelajaran praktek (dan teori) beladiri saja, tetapi juga harus memperhatikan kondisi psikologis dan fisiologis dari murid-muridnya.
Yang penting bukanlah sertifikatnya melainkan apa yang kita peroleh saat kita berusaha mendapatkan sertifikat tersebut.
Berdasarkan pencerahan yang baru saja saya dapatkan ini, saya berani meng-klaim bahwa sabuk hitam beladiri juga tidak ada gunanya.
Tentu saja sabuk atau obi (yang beraneka warna betewe) ini sangat berguna di dalam dojo sebagai penanda tingkatan dan juga untuk mempermudah seorang sensei atau pelatih untuk memberikan pelajaran sesuai dengan tingkatan dari murid-muridnya.
Tetapi, diluar tempat latihan... sabuk hitam (dan juga warna sabuk yang lain) sama sekali tidak ada gunanya (dan yang saya maksud sabuk hitam disini adalah sabuk yang melilit di pinggang, bukan orang yang memakainya).
Misalkan saja Anda (dengan sangat terpaksa) terlibat dalam sebuah perkelahian, dan kebetulan pula Anda membawa obi hitam Anda di dalam tas (hei... jangan bilang hanya saya saja yang membawa sabuk hitam saya kemanapun ;D). Mana yang lebih menentukan selamat atau tidaknya diri Anda? Sabuk hitam Anda atau kemampuan beladiri Anda? Anda tentu sudah tahu jawabannya bukan? Tidak mungkin Anda akan selamat hanya dengan mengibas-ngibaskanekor... eh sabuk hitam yang Anda miliki di muka lawan Anda.
Warna sabuk apapun yang sudah kita raih, entah itu kuning, oranye, hijau, biru, coklat, hitam, merah, atau emas sekalipun, tidak akan ada gunanya diluar sana. Kemampuan kita-lah yang penting.
Kita boleh saja bangga (dan sedikit sombong ;D) saat memakai sabuk hitam (atau warna sabuk apapun) di dalam tempat latihan. Tetapi, yang jauh lebih penting adalah kita harus memantaskan diri kita untuk memakai warna sabuk apapun yang kita pakai itu. Selalu bertanyalah kepada diri Anda sendiri: "Sudah pantaskah saya memakai warna sabuk yang saya pakai saat ini?". Jangan sampai kita memakai sabuk hitam tetapi secara pengetahuan (praktek waza maupun teori dan filosofi) kita tidak berbeda jauh dengan seorang sabuk hijau misalnya.
Yang penting bukanlah tujuan akhirnya, perjalanan menuju kesana-lah yang jauh lebih penting. Yang penting bukanlah warna sabuk apa yang kita pakai, melainkan latihan dan ujian yang harus kita lalui serta kemampuan dan pengalaman yang kita peroleh untuk meraih sabuk tersebut.
Saya tutup postingan ini dengan sebuah kutipan dari Morihei Ueshiba, salah satu dari 7 tokoh beladiri modern paling berpengaruh: "A black belt is nothing more than a belt that goes around your waist. Being a black belt is a state of mind and attitude."
Eits, tunggu dulu... jangan salah sangka dulu, yang saya bilang tidak berguna adalah sertifikat yang berupa selembar kertas yang bisa saya pegang (dan saya pamerkan) dan bukan... sekali lagi dan BUKAN ilmu dan wawasan yang saya dapatkan saat mengikuti penataran untuk mendapatkan sertifikat tersebut.
Bukan sertifikat milik saya (photo credit: User: Yappakoredesho) |
Yang penting bukanlah sertifikatnya melainkan apa yang kita peroleh saat kita berusaha mendapatkan sertifikat tersebut.
Berdasarkan pencerahan yang baru saja saya dapatkan ini, saya berani meng-klaim bahwa sabuk hitam beladiri juga tidak ada gunanya.
Tentu saja sabuk atau obi (yang beraneka warna betewe) ini sangat berguna di dalam dojo sebagai penanda tingkatan dan juga untuk mempermudah seorang sensei atau pelatih untuk memberikan pelajaran sesuai dengan tingkatan dari murid-muridnya.
Tetapi, diluar tempat latihan... sabuk hitam (dan juga warna sabuk yang lain) sama sekali tidak ada gunanya (dan yang saya maksud sabuk hitam disini adalah sabuk yang melilit di pinggang, bukan orang yang memakainya).
Misalkan saja Anda (dengan sangat terpaksa) terlibat dalam sebuah perkelahian, dan kebetulan pula Anda membawa obi hitam Anda di dalam tas (hei... jangan bilang hanya saya saja yang membawa sabuk hitam saya kemanapun ;D). Mana yang lebih menentukan selamat atau tidaknya diri Anda? Sabuk hitam Anda atau kemampuan beladiri Anda? Anda tentu sudah tahu jawabannya bukan? Tidak mungkin Anda akan selamat hanya dengan mengibas-ngibaskan
Warna sabuk apapun yang sudah kita raih, entah itu kuning, oranye, hijau, biru, coklat, hitam, merah, atau emas sekalipun, tidak akan ada gunanya diluar sana. Kemampuan kita-lah yang penting.
Kita boleh saja bangga (dan sedikit sombong ;D) saat memakai sabuk hitam (atau warna sabuk apapun) di dalam tempat latihan. Tetapi, yang jauh lebih penting adalah kita harus memantaskan diri kita untuk memakai warna sabuk apapun yang kita pakai itu. Selalu bertanyalah kepada diri Anda sendiri: "Sudah pantaskah saya memakai warna sabuk yang saya pakai saat ini?". Jangan sampai kita memakai sabuk hitam tetapi secara pengetahuan (praktek waza maupun teori dan filosofi) kita tidak berbeda jauh dengan seorang sabuk hijau misalnya.
Yang penting bukanlah tujuan akhirnya, perjalanan menuju kesana-lah yang jauh lebih penting. Yang penting bukanlah warna sabuk apa yang kita pakai, melainkan latihan dan ujian yang harus kita lalui serta kemampuan dan pengalaman yang kita peroleh untuk meraih sabuk tersebut.
Saya tutup postingan ini dengan sebuah kutipan dari Morihei Ueshiba, salah satu dari 7 tokoh beladiri modern paling berpengaruh: "A black belt is nothing more than a belt that goes around your waist. Being a black belt is a state of mind and attitude."
0 komentar:
Post a Comment