Pariwara

Followers

Bisa Melakukan = Auto Memahami?

Posted by Yonatan Adi on 2:53 PM

Masih ingat 'kan dengan curhatan saya tentang perbedaan (yang sangat jauh) antara ngobrol secara langsung dan 'ngobrol' melalui media chat (apalagi kalau bahasa yang dipakai kurang kita kuasai)? Jangan khawatir kalau Anda lupa, karena Anda bisa mengingatnya kembali dengan membaca postingan saya sebelumnya.

Tak terasa sudah dua minggu berlalu sejak kejadian yang membuat kepala saya pusing semalaman itu ;D, dan sekarang orang asing asal Gambia (atau Zambia ya?) tersebut (sebut saja namanya M) sudah mengikuti lima kali sesi latihan dan mengalami perkembangan yang cukup mengejutkan. Saya bilang mengejutkan karena minarai (pemula) asli Indonesia pun jarang-jarang ada yang mengalami perkembangan seperti yang dialami oleh saudara M ini.

Meskipun kurang begitu paham dengan bahasa Indonesia (ditambah dengan kemampuan bahasa Inggris saya yang pas-pasan), M sedikit banyak sudah mulai bisa memahami prinsip dibalik berbagai gerakan dasar yang sudah diajarkan kepadanya. Keuletan dan niat yang kuat untuk belajar dari M-lah yang membuatnya bisa mencapai perkembangan yang cukup signifikan selain karena kepiawaian senpai-nya dalam melatih dan menjelaskan tentu saja.

Entah bagaimana, kejadian ini mengingatkan saya pada salah satu quote dari Albert Einstein yang cukup terkenal. Secara garis besar isi dari quote tersebut adalah sebagai berikut: "Anda belum memahami suatu hal kalau Anda tidak bisa menjelaskan hal tersebut kepada seorang anak kelas 5 SD."

Dan perkataan pak Einstein ini sangat benar adanya, karena memberi penjelasan itu memang tidak gampang. Kalau kita tidak benar-benar memahaminya, kita tidak akan bisa (saya ulangi: tidak akan bisa) menjelaskan suatu perkara kepada orang lain sampai orang tersebut 100% mengerti.

Albert Einstein, bapak beladiri fisika modern (photo credit: janeb13 | pixabay)
Sekarang mari kita berandai-andai, seumpama Albert Einstein adalah seorang sensei beladiri, bunyi kutipan tersebut di atas mungkin akan menjadi: "Anda belum memahami suatu waza (teknik beladiri) kalau Anda tidak bisa menjelaskan waza tersebut kepada seorang minarai."

Waza?... dipahami? Bukannya waza itu harusnya dilakukan?

Dalam seni beladiri, melakukan dan memahami adalah dua hal yang sangat berbeda. Kita bisa saja--karena latihan yang rutin dan berulang-ulang--mampu melakukan suatu gerakan ataupun waza dengan baik dan tepat. Akan tetapi memahami prinsip dibalik gerakan ataupun teknik beladiri tersebut? Belum tentu.

Padahal, menurut saya, tanpa pemahaman yang baik kita hanya akan sebatas bisa menirukan gerakan (ataupun teknik) yang diajarkan oleh pelatih kita. Tanpa pemahaman, kita hanya akan terhenti pada tahap pertama dari tiga tahap latihan beladiri yaitu "shu" (meniru).

Dan kabar buruknya, kalau kita mandheg di tahap ini, ada dua, yang pertama kita tidak akan bisa berkembang, dan yang kedua kita tidak akan bisa mengajarkan kembali 'ilmu' yang sudah kita dapatkan itu kepada murid-murid kita secara utuh.

Kenapa kita tidak akan bisa berkembang kalau tahap latihan kita nyanthol di tahap shu? Pertanyaan berikut ini akan menjawab pertanyaan Anda itu, "Pernahkah ada seorang peniru yang lebih berhasil (lebih sukses, lebih hebat, de el el) daripada orang yang ditirunya?"

Lagi pula, kalau kita hanya sekedar bisa meniru saja, kita tidak akan bisa sepenuhnya menularkan ilmu, pengetahuan, ataupun kemampuan kita itu kepada orang lain.

Bayangkan saja seperti ini: Anda tentunya tahu bukan dengan permainan bisik berantai? Tetapi disini saya akan sedikit mengubah 'aturannya'. Alih-alih menyampaikan pesan lewat kata-kata, penyampaian pesan dilakukan lewat gerakan.

Misalkan saja orang pertama diberi kata "monyet", dia kemudian diminta menyampaikan pesan tersebut (melalui gerakan) kepada orang kedua, orang kedua kepada orang ketiga, dan seterusnya. Seandainya saja orang kedua tidak mengerti bahwa yang dimaksudkan oleh orang pertama adalah kata "monyet" dan hanya sekedar menirukan gerakan ("shu") dari orang pertama untuk menyampaikan pesannya kepada orang ketiga, dan demikian seterusnya, hampir bisa dipastikan bahwa orang terakhir akan menangkap pesan tersebut bukan sebagai kata "monyet" melainkan "orang menari", "orang sinting", dan sebagainya.

Akan tetapi, seandainya orang kedua dalam permainan tersebut mengerti bahwa yang dimaksudkan oleh orang pertama adalah kata "monyet", tentu saja dia tidak akan hanya sekedar menirukan gerakan dari si orang pertama, dia akan sedikit mengubah ("ha") dengan cara menambah, mengurangi, atau bahkan merombak total ("ri") gerakan tersebut dengan harapan orang ketiga bisa mengerti dengan apa yang dimaksudkannya.

Kita mungkin bisa menjadi hebat hanya dengan menirukan gerakan dari sensei ataupun pelatih kita, tetapi kita tidak akan bisa menularkan kehebatan kita itu kepada generasi berikutnya.

Dalam seni beladiri, pemahaman adalah suatu hal yang amat sangat penting. Dalam seni beladiri, bisa melakukan sesuatu dan paham akan sesuatu adalah dua hal yang berbeda.

Lantas darimana pemahaman itu bisa kita dapatkan? Tentu saja tidak bisa hanya melalui 'praktek' beladiri saja tetapi juga melalui pelajaran teori dan atau filosofi.

Dan kapan terakhir kali Anda mendapatkan pelajaran teori dan atau filosofi di dojo Anda?

Sebagai penutup postingan ini, saya ternyata juga belum benar-benar memahami seni beladiri yang saya dalami. Saat melatih dan menjelaskan waza (teknik) "sederhana" macam uchi uke zuki atau ryusui geri kepada M, saya memang bisa melakukannya dengan cukup baik. Tetapi saat melatih dan menjelaskan waza rumit macam kote nuki dan gyaku gote... alamaak, susahnya minta ampun.


Nama Anda
New Johny WussUpdated: 2:53 PM

0 komentar:

Post a Comment

Copyscape

Protected by Copyscape
Powered by Blogger.

Paling Dilihat

CB