Pariwara

Followers

Mengenang (Salah Seorang) Penyebar Kempo (di Indonesia)

Posted by Yonatan Adi on 2:49 PM

Shorinji kempo adalah salah satu aliran budo (seni beladiri) asal Jepang yang cukup tidak populer di Indonesia. Shorinji kempo saat ini sudah tersebar luas di seluruh pelosok Indonesia (dan juga dunia) dan hampir semua propinsi di Indonesia sudah memiliki kepengurusan Persaudaraan Shorinji Kempo Indonesia (atau disingkat Perkemi) tingkat propinsi yang merupakan cabang dari PB Perkemi.

Shorinji kempo sendiri dibawa masuk ke Indonesia sekitar tahun 1966-1969 oleh beberapa pemuda Indonesia yang menempuh pendidikan di Jepang dalam rangka politik balas budi Jepang. Satu diantaranya yang paling dikenal (utamanya oleh para kenshi jaman now) adalah sensei Indra Kartasasmita.

Padahal sebenarnya yang membawa Shorinji kempo ke Indonesia bukan hanya beliau seorang saja. Secara de jure memang hanya sensei Indra Kartasasmita seorang yang mendapat surat mandat resmi dari shihan Doshin So untuk menjadi pewaris Shorinji kempo di Indonesia, tetapi secara de facto masih ada dua orang lagi yang turut berjasa menyebarkan Shorinji kempo di Indonesia, mereka ini adalah sensei Ginanjar Kartasasmita dan alm. Utin Syahraz.

Kata orang tak kenal maka tak sayang, maka dari itu di postingan kali ini saya ingin membagikan sebuah artikel berita yang dimuat di surat kabar Surabaya Post pada tahun 1988 silam tepatnya pada hari kamis tanggal 4 Pebruari 1988. Artikel berita yang berjudul "Mengenang Penyebar Kempo" ini bercerita sedikit tentang Utin Syahraz (di artikel tersebut tertulis Utin Sachraz), musibah yang menimpanya, dan juga pendirian monumen untuk mengenang jasa beliau menyebarkan kempo di Indonesia dan di kota Malang pada khususnya.

Berikut adalah isi dari artikel berita tersebut dengan sedikit perubahan di sana-sini.
 

Malang: Berbicara olahraga kempo memang cukup unik. Seakan-akan cabang beladiri ala silat India ini dipasokkan ke Indonesia lewat proses pampasan perang dari Jepang. Sebelum tahun 1969, ketiga mahasiswa Indonesia masing-masing kakak beradik Ir. Indra Kartasasmita, Ir. Ginanjar Kartasasmita, dan Ir. Utin Sachraz (alm) mendapat kesempatan belajar ke Jepang dalam kaitan realisasi pampasan perang.

Sambil menyelam minum kempo, begitu kira-kira. Ketiga mahasiswa tadi disela-sela kesibukan belajar tertarik untuk mendalami seni beladiri kempo. Sepulang dari negeri sakura itu, mereka tampaknya merasuki benar-benar apa itu kempo yang tak lebih sebagai persaudaraan ilmu bela diri.

Mereka wujudkan pendalaman tadi lewat sebuah lembaga yang lebih dikenal sebagai Persaudaraan Kempo Indonesia (Perkemi) tahun 1969. Gayung bersambut, lambat laun kempo telah menyebar ke seluruh tanah air memasuki dekade 80-an. Terutama di kalangan pelajar dan mahasiswa. Tampaknya wajar juga bila kempo menjarah di kalangan pendidikan, karena duta-dutanya juga bukan orang (luar) di lingkungan pendidikan formal.

Mungkin hanya Utin Sachraz yang tak bisa mengikuti perkembangan kempo di tanah air yang cukup pesat. Mungkin pula ia saksikan perwujudan gagasannya lewat pintu surga. Ia gugur dalam tugas, ketika bersama-sama tenaga ahli dari Jepang tenggelam bersama motor boat-nya di bendungan Wlingi tahun 1973. Ia memang kerja di jajaran proyek Brantas, karena sebelum ditugaskan ke Jepang ia bekerja di departemen PU.

Tokoh legendaris yang dilahirkan (pada tahun) 1936 itu pun selalu tetap dikenang oleh setiap kenshi. Sebagai wujud kenangannya, seluruh jajaran Perkemi sepakat membangun sebuah monumen setinggi 2,5 meter, lebar 1,25 meter terbuat dari marmer dengan 3 buah pilar di atas makam Utin Sachraz di pemakaman Samaan, Malang.

"Monumen tersebut tak lebih dari sebuah kenangan untuk Utin Sachraz atas jasa-jasanya mengembangkan kempo di tanah air," ungkap Humas Perkemi Pengda Jatim, M. Djamhuri Djauhari.

Ia terangkan, 3 pilar tersebut mengartikan kempo di Indonesia didirikan oleh tiga pendekar itu. Tiga pilar yang melengkung itu menunjukkan orang yang tekun belajar, selain tanpa meninggalkan gaya miniaturnya sebagai pekerja Proyek Brantas. Tiga pilar itu, lanjut M. Djamhuri Djauhari, yang juga arsitekturnya, tidak meninggalkan nilai-nilai keislaman, karena Utin Sachraz juga termasuk orang (yang) tekun dalam agamanya.

Kepergiannya meninggalkan seorang istri dan dua putra yang kini menetap di Jakarta.

Djamhuri sendiri, termasuk salah seorang kenshi yang dibesarkan Utin Sachraz. "Utin memang salah seorang guru saya. Sepeninggal dia, saya salah seorang yang merasa kehilangan," ungkapnya lirih.

Ketika terjadi tragedi, Utin naik boat bersama 7 penumpang lainnya. Boat-nya berguncang akibat kena pusaran air di tengah bendungan. Sebenarnya ia waktu itu sanggup menyelamatkan diri. Jiwa persaudaraannya tetap menyatu pada saat genting itu. Ia berusaha ingin memberi pertolongan pada rekan-rekan sejawatnya. Tapi Utin sendiri yang ikut celaka. Ia hanyut, tenggelam akibat pusaran air di situ. Baru dua hari kemudian jenasah almarhum ditemukan.

Monumen itu, menurut Djamhuri, akan diresmikan oleh tokoh Perkemi, Ir. Indra Kartasasmita, sepulang dari kejurnas kempo yang berlangsung 29 (Januari) hingga 1 Pebruari di Denpasar. Bersamaan dengan peresmian monumen yang menelan biaya sekitar 2,5 juta (rupiah) ini akan dilakukan pula temu muka dengan sejumlah kenshi di hotel Songgoriti, Batu.


Nama Anda
New Johny WussUpdated: 2:49 PM

0 komentar:

Post a Comment

Copyscape

Protected by Copyscape
Powered by Blogger.

Paling Dilihat

CB