Pariwara

Followers

Motobu Choki dan Shorinji Kempo

Posted by Yonatan Adi on 2:32 PM

Suatu hari di tahun 1943, sebuah rumah makan mewah di Okinawa menjadi saksi bisu dari sebuah peristiwa yang cukup menarik (atau menakutkan??).

Malam itu, rumah makan tersebut menggelar sebuah pesta dan Motobu Choki menjadi salah satu tamu kehormatannya.

Ya benar, Motobu Choki--karateka legendaris yang berasal dari pulau Okinawa, seorang 'petarung jalanan' (atau 'berandalan' kalau menurut Gichin Funakoshi ;D) yang tidak pernah kalah dalam ratusan perkelahian, dan seorang yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk berlatih dan mengajarkan Okinawa karate--menjadi tamu penting malam itu.

Setibanya di rumah makan, Motobu--sebagai seorang yang dituakan--dipersilakan untuk masuk dan duduk di meja (bukan di mejanya tapi Anda tahu lah maksudnya ;D) yang letaknya jauh di dalam ruangan, dan bukan di dekat pintu masuk seperti kebanyakan tamu yang lain. Bukan karena si pemilik rumah makan khawatir kalau Motobu nanti masuk angin akibat terkena angin malam, tetapi karena tempat seseorang duduk adalah salah satu hal penting dalam tradisi dan budaya Jepang.

Dimana kita duduk diantara orang banyak menunjukkan dimana tempat kita dalam hierarki sosial. Semakin jauh letak meja tempat kita duduk dari pintu masuk ruangan, semakin terhormat pula posisi kita dalam hierarki sosial. 

Ilustrasi rumah makan Okinawa (image dari pxhere.com)
Dan bisa dibilang Motobu adalah seorang ningrat karena ayahnya, Motobu Aji Choshin, adalah seorang aristokrat dari keluarga kerajaan Ryukyu Okinawa.

Malam semakin larut, dan semua tamu terlihat sangat menikmati pesta malam hari itu.

Tetapi semuanya berubah saat negara api menyerang *ehem* seorang tamu tak diundang mendatangi pesta tersebut. Seorang pemuda berbadan kekar dengan tato disekujur tubuhnya, sambil membawa sebilah pisau besar, datang mencari Motobu Choki.

Pemuda yang mengaku mantan murid Motobu Choki itu berkoar-koar dengan berkata: "Kalau aku menggunakan pisau ini sebagai senjata, aku tidak akan mungkin kalah melawannya." Para tamu yang lain berusaha mengingatkan si pemuda, "Murid kok tidak sopan dengan gurunya," tetapi si pemuda tidak peduli.

Si pemuda pun akhirnya menemukan Motobu Choki dan langsung mendatanginya. Sambil menancapkan pisaunya di meja tempat Motobu duduk, si pemuda pun menantangnya bertarung.

Dengan tenang--mungkin sambil menuangkan sake ke dalam gelasnya--Motobu Choki pun menjawab: "Kau tahu aku tidak bertarung menggunakan senjata." "Terserah kau mau pakai senjata atau tidak, yang jelas aku akan mengalahkanmu dengan memakai pisau ini," sahut si pemuda. "Baiklah, kuterima tantanganmu, tapi kita bertarung di luar saja, jangan disini," jawab Motobu santai.

Gembira karena tantangannya diterima, si pemuda pun mencabut pisaunya dan berjalan keluar diikuti Motobu dibelakangnya.

Selangkah lagi dari pintu keluar, Motobu menghentakkan kakinya dan melancarkan tendangan maut ke arah punggung si pemuda, "krakk!"... bunyi seperti tulang yang patah terdengar dengan kerasnya. Si pemuda pun langsung jatuh tersungkur sambil meraung kesakitan, tak sanggup berdiri lagi. Ia kemudian dibantu oleh beberapa orang tamu untuk berdiri dan berjalan pulang.


__________

Setelah membaca cerita di atas, apa yang terlintas pertama kali di pikiran Anda?

"Motobu Choki curang karena membokong dari belakang"? atau mungkin "Karateka kok nyerang duluan, curang pula."

Kalau dibaca sekilas memang terlihat seperti itu, dan Anda tidak salah. Di dalam salah satu poin niju-kun tertulis "karate ni sente nashi", atau kalau diterjemahkan dalam bahasa sehari-hari: seorang karateka itu gak nyerang sebelum diserang.

"Nah, kalau begitu Motobu Choki--yang adalah seorang karateka--telah melanggar salah satu aturan sakral karate dong." Eits... tunggu dulu, kalau kita kaji lebih dalam, ada 2 poin penting disini.

Pertama, niju-kun adalah buah pikiran Gichin Funakoshi yang bisa disebut rivalnya Motobu Choki. Motobu sendiri "membenci" Funakoshi sampai-sampai menyebut karate-nya Funakoshi tidak bisa dipakai untuk berkelahi. Karena itu wajar dong kalau Motobu tidak mau menuruti "aturan" yang dibuat oleh Funakoshi.

Kedua, kurang tepat menterjemahkan kata "sente" sebagai "serangan", kata "sente" lebih tepat diterjemahkan sebagai "inisiatif serangan" atau "niatan menyerang". Jadi karate ni sente nashi lebih tepat diterjemahkan menjadi: seorang karateka tidak boleh berinisiatif (atau berniat) menyerang duluan.

Berdasarkan dua poin di atas--terutama poin kedua--sebenarnya tidak ada satu pun "aturan" yang dilanggar oleh Motobu Choki. Si pemuda sudah "menyerang" duluan saat doski menancapkan pisaunya di meja di hadapan Motobu. Dan pada saat itu pula "pertarungan" sudah dimulai.

Disinilah terlihat kejeniusan Motobu Choki, dia "bertarung" dengan sangat baik sehingga tidak ada korban (kecuali si pemuda tentu saja ;D) satupun malam hari itu.

Menariknya, tindakan yang diambil Motobu Choki ini juga sejalan dengan filosofi Shorinji kempo khususnya konsep "sen" dimana Motobu Choki telah menerapkan konsep "sen no sen" dengan sangat baik.

Mungkinkah Motobu Choki--selain seorang karateka--juga seorang kenshi? Gak mungkin ah, kan Shorinji kempo baru muncul tahun 1946.


Nama Anda
New Johny WussUpdated: 2:32 PM

4 komentar:

  1. Bang Alhamdulillah blog abang sangat bermanfaat bagi saya terima kasih bang

    Salam Karate Amura Aski
    OSH!!!!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama bang Rafli,senang tulisan saya bisa bermanfaat.
      Osu!!

      Delete
  2. Tergerak budi,hati serta kemauan untuk berlatih beladiri dgn tekun setelah membaca tulisan Senpei.osu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Senang mendengarnya ;D
      Selamat berlatih bang Irawadi. Osu

      Delete

Copyscape

Protected by Copyscape
Powered by Blogger.

Paling Dilihat

CB