Pariwara

Followers

Beladiri dan Berkendara itu Setali Tiga Uang

Posted by Yonatan Adi on 3:12 PM

Beberapa hari yang lalu, keponakan saya yang masih duduk di bangku kelas 6 SD menghampiri saya dan bertanya (lebih tepatnya sih merajuk): "Oom, kalau aku sudah SMP om mau kan ngajarin aku naik motor?". Sok bijaksana, saya pun menjawab: "Ntar aja kalau sudah SMA, kalau mau belajar naik motor kamu tidak boleh hanya tahu arti rambu-rambu lalu lintas saja, kamu juga harus tahu etika berkendara."

Super sekali kan jawaban saya?
 
Dan tidak, saya tidak hanya sekedar ngeles, bukan karena saya malas mengajari keponakan saya lalu memberikan jawaban seperti itu, sama sekali bukan. Suuer deh '-'v

Dalam salah satu persyaratannya, para pemohon SIM alias Surat Ijin Mengemudi memang harus memiliki pengetahuan peraturan lalu lintas jalan (termasuk rambu-rambu lalu lintas) dan kihon... eh teknik dasar kendaraan bermotor. Persyaratan untuk memiliki etika berkendara memang tidak ada, tetapi menurut saya sepertinya harus diadakan. Kenapa harus ada? Karena kebanyakan pengguna jalan di negeri +62 ini disinyalir kurang atau bahkan tidak memiliki etika berkendara.

Salah satu contoh etika berkendara yang paling penting (dan sepertinya jarang diketahui) adalah dilarang mendahului saat menikung dan atau berbelok.

Apa bedanya menikung dengan berbelok (mungkin Anda bertanya-tanya)? Berbelok itu contohnya seperti ini: di suatu perempatan jalan Anda bisa berjalan lurus, belok kanan, ataupun belok kiri; sedangkan menikung itu jalannya cuma satu tapi tidak lurus namun berkelok... paham kan maksud saya? Saya beri gambarnya deh biar gampang dipahami.

Ilustrasi jalan yang berkelok (gambar dari pxhere.com)
Tetapi inilah yang sering terjadi (saya beri contoh lagi saja biar gampang): setiap kali pulang dari tempat kerja, saya harus melewati sebuah perempatan jalan (yang sudah dilengkapi dengan APILL, betewe), nah di perempatan jalan tersebut saya harus berjalan lurus, tetapi hampir setiap hari saya menemui (baca: hampir menabrak) pengendara yang belok ke arah kanan tetapi mendahului saya dari sebelah kiri, kan blaen (berbahaya).

Bagaimana dengan menikung? Dilarang mendahului saat berbelok--yang jelas-jelas berbahaya tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain--saja tidak tahu, apalagi saat menikung, ya pasti lebih tidak tahu lagi lah.

Lalu kenapa sih kita tidak boleh mendahului kendaraan lain saat berbelok ataupun menikung? Saat berbelok sih sudah jelas karena kita beresiko menabrak atau tertabrak kendaraan lain, tapi di tikungan kan sama-sama menikungnya? Di tikungan, jangkauan pandang kita pastinya terbatas; selain itu sudut menikung dari satu pengendara pasti tidak sama dengan pengendara yang lain, kalau kita mendahului pengendara yang sudut menikungnya lebih lebar (atau lebih kecil) daripada kita kan bisa berabe.
 
Saking berbahayanya mendahului kendaraan lain saat berbelok ataupun menikung ini, di setiap tikungan maupun persimpangan jalan marka jalannya pasti tidak terputus yang artinya... (hayo tahu apa ndak? ;D) bahkan terkadang juga dipasang traffic cone yaitu pembatas berbentuk seperti contong es krim terbalik berwarna oranye (pasti pernah melihatnya bukan?).
 
Ini baru satu contoh etika berkendara, masih banyak lagi etika berkendara lain seperti menyalakan lampu sein saat akan menepi, tidak melawan arus lalu lintas, tidak berjalan zig-zag, dan sebagainya.

Jadi sudahkah Anda memiliki etika berkendara? Pastinya sudah bukan?
 
Bicara soal etika, di dalam seni beladiri kita juga akan menemukan banyak sekali etika. Bahkan, di dalam seni beladiri Jepang, mematuhi etika dianggap lebih penting daripada kepandaian kita memainkan jurus dan waza itu sendiri. Saking pentingnya etika ini, pelajaran paling pertama yang diberikan adalah mengenai etika dan tata krama; mulai dari cara kita masuk (dan keluar) dojo, cara kita bicara dengan sensei dan senior, cara kita bersikap, cara kita duduk dan berdiri, sampai dengan cara kita memakai dogi dan obi.
 
Dan karena selalu dipaksakan... *ehem* dibiasakan, lama-kelamaan etika tersebut juga akan terbawa ke dalam keseharian. Itulah sebabnya praktisi beladiri adalah orang-orang paling santun yang pernah kita jumpai.
 
Sayangnya, pelajaran etika ini sepertinya sudah mulai dilupakan dan ditinggalkan, bukannya apa, para pelatih beladiri takut kalau-kalau sumber penghasilan... *uhuk* calon muridnya kabur karena bosan "berlatih" etika dan budi pekerti, dan bukan berlatih cara-cara untuk "berkelahi". Padahal, tanpa etika, praktisi beladiri hanya akan menjadi "tukang pukul" semata, sedangkan tujuan seni beladiri adalah untuk membentuk manusia seutuhnya, manusia yang tidak hanya bisa diandalkan oleh orang lain tetapi juga oleh dirinya sendiri.
 
Memang benar kalau seni beladiri itu tidak semata-mata tentang bertarung saja, seni beladiri adalah soal pembentukan karakter, setidaknya itulah yang dikatakan oleh bapak karate modern Gichin Funakoshi.
 


Nama Anda
New Johny WussUpdated: 3:12 PM

0 komentar:

Post a Comment

Copyscape

Protected by Copyscape
Powered by Blogger.

Paling Dilihat

CB