Kira-kira tiga hari sebelum saya menulis postingan ini, adik ipar saya pergi tamasya ke pantai. Sehari sebelum keberangkatannya, adik saya ini keceplosan ngomong kalau doski mau pergi ke pantai dan kedengaranlah oleh saya, saya pun langsung menyeletuk: "Kondisi kaya ngene kok ya arep wisata ning pantai" (terj: kondisi seperti ini kok ya mau wisata ke pantai) (kebetulan saat itu di kota saya sedang terjadi lonjakan kasus covid). Dengan santuy adik saya pun menjawab: "Lha terus dikon nunggu sampai kapan" (terj: terus disuruh menunggu sampai kapan).
Rupanya seperti inilah gambaran rakyat +62 saat ini, mereka sudah capek menunggu pandemi covid-19 ini mereda. Tetapi lucunya, mereka seolah tidak mau peduli untuk ikut andil dalam program pemerintah guna secepatnya menyelesaikan pandemi ini, setidaknya di negara kita tercinta. Contoh paling kentara adalah mereka tidak mau memakai masker (mau pakai pun hanya sekedar formalitas seperti dipakai di dagu atau tidak menutup lubang hidung). Padahal hanya dengan memakai masker (secara benar) saja kita bisa menurunkan resiko penularan menjadi hanya sebesar 1,5%.
Bisanya cuma menyalahkan pemerintah, plis dech.
*... ehem...*
Menunggu memang aktivitas yang (mungkin) paling membosankan (dan juga memalukan kalau sampai ditatap curiga oleh semut merah yang berbaris di dinding ;D, tanya deh ke om Obbie Messakh kalau gak percaya). Tetapi--kendati saya punya prinsip lebih baik menunggu daripada ditunggu--tahukah Anda bahwa selain membosankan, menunggu juga bisa membahayakan?
Jangan ditiru... berbahaya (photo credit: Emma Watson | via mepixels.com) |
Lucunya, inilah salah satu alasan kenapa banyak orang menolak untuk berlatih beladiri. "Saya belum membutuhkannya saat ini." Banyak orang beranggapan bahwa keterampilan beladiri hanya dibutuhkan di situasi yang "chaos" dan tidak dibutuhkan dalam situasi damai seperti sekarang ini.
Padahal dalam situasi damai sekalipun, kita tetap membutuhkan keterampilan beladiri. Mungkin tidak dengan keterampilan "berkelahi"-nya (meskipun kemungkinannya masih tetap ada--ingat bahwa tidak semua orang cinta damai seperti Anda), tetapi keterampilan beladiri yang lain tetap kita butuhkan. Keterampilan untuk tetap tenang dalam segala situasi, keterampilan untuk selalu ber-zanshin dan mempertahankan heijoshin (keadaan pikiran sehari-hari), serta masih banyak lagi yang lain.
Sayangnya, inilah salah kaprahnya pemikiran banyak orang, bahwa beladiri itu hanya untuk berkelahi. Padahal, seni beladiri bukan sekedar hanya untuk berkelahi, justru fokus utama gendai budo atau seni beladiri modern adalah pada unsur "do"-nya (berlawanan dengan fokus pada "jutsu" di koryu budo atau seni beladiri kuno), yang mana karakter dari praktisinya-lah yang lebih banyak dibangun, bukan hanya kemampuan untuk "merobohkan lawan". Bahkan dikatakan bahwa dalam seni beladiri modern mengalahkan diri sendiri itu jauh lebih penting daripada mengalahkan orang lain.
Kita memang harus sabar menunggu hingga wabah covid ini selesai (sambil terus menjalankan protokol kesehatan tentu saja), tetapi jangan sampai kita menunggu-nunggu waktu yang tepat untuk mulai belajar beladiri (yang tidak akan pernah tiba betewe). Mulailah dari sekarang, karena kita tidak akan pernah tahu kapan kita akan membutuhkan keterampilan beladiri itu. Mungkin saja kita tidak akan pernah membutuhkannya (harapannya sih gitu), tetapi mungkin juga kita langsung membutuhkannya setelah membaca postingan ini (semoga sih enggak).
Jadi, tunggu apa lagi...?
Tetap sehat dan selamat berlatih.
0 komentar:
Post a Comment