Pariwara

Followers

Seni Beladiri Berubah?

Posted by Yonatan Adi on 1:11 PM

Akhir-akhir ini Anda yang kerap berkendara (siapa sih yang nggak?;D) pastinya sering berpapasan, mendahului, ataupun didahului oleh kendaraan dengan pelat nomor berwarna putih, iya kan?

Bukan... bukan karena pengendara kendaraan itu masih minarai (= pemula) dalam berkendara atau semacamnya, tetapi karena memang ada perubahan kebijakan dalam hal per-pelat nomor-an.
 
Bagi yang belum tahu (ada gak ya?), Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Korlantas Polri) memang telah menerapkan kebijakan tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) alias pelat nomor kendaraan berwarna putih mulai Juni 2022.
 
Perubahan warna pelat nomor kendaraan ini diatur dalam Perpol Nomor 7 Tahun 2021 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor, dimana dalam pasal 45, diterangkan bahwa pelat nomor untuk kendaraan bermotor milik perseorangan, badan hukum, PNA, dan Badan Internasional akan berubah menjadi warna putih dengan tulisan hitam.
 
Adapun alasan penggantian warna pelat nomor ini (sebelumnya berwarna hitam) adalah untuk mendukung program tilang elektronik atau disingkat e-TLE (Electronic Traffic Law Enforcement). e-TLE sendiri sebenarnya sudah diberlakukan sejak tahun lalu (2021), akan tetapi teknologi tersebut terkendala dalam mengidentifikasi pelat nomor hitam. Mungkin karena ulap (jawa: silau), kamera e-TLE seringkali salah dalam membaca pelat nomor seperti angka 1 menjadi huruf I atau huruf S menjadi angka 5, yang tentunya menimbulkan masalah karena tangkapan kamera e-TLE inilah yang dijadikan dasar untuk melakukan tilang elektronik. Harapannya, dengan penggunaan pelat nomor berwarna putih (dengan teks berwarna hitam) kesalahan identifikasi kamera tidak lagi terjadi.
 
Untungnya, perubahan warna hitam menjadi putih ini tidak terjadi juga dalam organisasi seni beladiri yang saya pelajari, karena bisa-bisa saya kembali jadi minarai lagi (fiuuhhh... *lega*).
 
Oke cukup bercandanya; tahukah Anda bahwa hal semacam ini juga pernah terjadi dalam seni beladiri modern (gendai budo) Jepang? Dan tidak berbeda dengan tujuan perubahan warna pelat nomor yaitu untuk memberi kemudahan serta menghilangkan kesalahan identifikasi, perubahan di dalam seni beladiri ini juga terjadi dengan maksud dan tujuan yang kurang lebih sama?
 
Tentu saja yang mengalami perubahan bukanlah warna pelat nomor melainkan warna obi alias sabuk yang melilit di pinggang mereka yang berpartisipasi dalam latihan.
 
foto oleh stevepb | via Pixnio
Adalah Jigoro Kano, penemu olahraga judo, individu yang bertanggung jawab terhadap terjadinya perubahan ini.

Awalnya, tingkatan dalam olahraga judo hanya terbagi menjadi dua saja yaitu mudansha (tingkat "kyu") yang ditandai dengan sabuk putih dan yudansha (tingkat "dan") yang ditandai dengan sabuk hitam.

Kemungkinan karena menyadari bahwa sistem ini menimbulkan sedikit masalah di dalam dojo (pelatih seringkali mengalami kesulitan dalam memberikan pelajaran karena sukar membedakan tingkatan murid-muridnya), Prof. Jigoro Kano kemudian membagi tingkat mudansha menjadi dua yaitu kyu 6-4 ditandai dengan sabuk putih dan kyu 3-1 yang ditandai dengan sabuk berwarna coklat yang tentu saja lebih memudahkan pelatih dalam mengidentifikasi tingkatan anak didiknya (meski masih sedikit susah juga sih ;p).
 
[Tingkatan yudansha sendiri kemudian juga dibagi menjadi tiga yakni dan 1-5 memakai sabuk hitam, dan 6-8 ditandai dengan kohaku obi (putih-merah), dan dan 9-10 yang menyandang sabuk merah.]
 
Saat olahraga judo mulai diajarkan diluar Jepang, Mikonosuke Kawaishi yang melatih judo di Paris (itu di Prancis kalau Anda tidak tahu), menemukan kenyataan bahwa orang Eropa gampang merasa bosan dengan warna sabuk yang dipakainya serta ingin memakai warna sabuk yang berbeda setiap kali naik tingkat. Karena itu, Kawaishi kemudian berinovasi menambahkan beberapa warna yaitu kuning, oranye, hijau, dan biru; sehingga warna sabuk olahraga judo secara berurutan dari kyu 6 sampai dengan kyu 1 adalah putih, kuning, oranye, hijau, biru, dan coklat. Sistem ciptaan Kawaishi inilah--yang dipandang sangat memudahkan pelatih dalam mengidentifikasi tingkatan murid-muridnya--yang kemudian diadopsi oleh berbagai seni beladiri modern macam karate-do dan Shorinji kempo.
 
Untung saja orang Eropa itu bosenan (mudah merasa bosan) karena kalau tidak tugas Anda sebagai pelatih beladiri akan semakin berat. Mujurlah Anda karena Mikonosuke Kawaishi berani mendobrak tradisi sehingga tugas Anda sebagai pelatih beladiri--yang harus menguasai semua gerakan dan waza (teknik beladiri) DAN juga menguasai (baca: tahu, hafal, dan mengerti) pelajaran teori serta filosofi setidaknya di tingkatan kyu/ dan yang lebih rendah (iya kan?)--tidak diperberat dengan harus menghafal tingkatan dari masing-masing murid Anda karena warna sabuknya sama.
 
Sebagai penutup, perubahan memang akan (dan harus) selalu terjadi, harapannya sih perubahan (-perubahan) itu akan memberikan kemudahan dan manfaat lebih seperti halnya perubahan pada seni beladiri dan aturan lalu lintas di atas. Dan hal ini juga semakin menguatkan argumen saya bahwa (ber-)lalu lintas dan (ber-)seni beladiri itu setali tiga uang alias tidak jauh berbeda.

Setuju dengan saya?


Nama Anda
New Johny WussUpdated: 1:11 PM

0 komentar:

Post a Comment

Copyscape

Protected by Copyscape
Powered by Blogger.

Paling Dilihat

CB