Tahukah Anda bahwa di sekolah dasar Jepang pelajaran formal dan ujian sekolah baru diberikan di bangku kelas 4?
"Stop tipu-tipu gan, terus ngapain dong murid SD kelas 1 - 3 repot-repot datang ke sekolah?", mungkin Anda bertanya-tanya.
Tentu saja mereka tetap menerima pelajaran, tetapi pelajaran yang mereka terima akan sangat berbeda dengan pelajaran yang diterima oleh anak-anak SD di negara kita misalnya.
Di Jepang, murid SD kelas 1 - 3 tidak menerima pelajaran formal seperti matematika, bahasa, IPA, dan sebagainya. Yang diajarkan kepada mereka adalah pelajaran tentang moral dan etika.
Mereka diajari untuk menghormati dan menghargai orang lain, mereka diajari untuk menghargai lingkungan termasuk menyayangi hewan dan tumbuhan. Sopan santun, rasa welas asih, jiwa keadilan, dan kerendahan hati juga mulai ditanamkan.
Itulah sebabnya penduduk Jepang dikenal sebagai orang-orang yang paling sopan di dunia, bahkan menurut penuturan seorang teman yang pernah berkunjung ke sana, dalam kondisi mabuk pun mereka masih bisa mengucapkan "sumimasen".
Sekarang bandingkan dengan murid-murid SD di negara kita.
Sejak kelas 1 SD mereka sudah dijejali dengan banyak sekali pelajaran (termasuk pelajaran bahasa Inggris, yang bukan bahasa ibu mereka), jam sekolah baru selesai pada pukul 3 sore, masih ditambah dengan tugas yang harus dikerjakan di rumah, belum lagi les, pelajaran tambahan, serta kegiatan ekstrakurikuler lainnya.
Dan terkadang, karena ingin bisa membanggakandirinya... *ehem* anaknya, orang tua juga mengikutkan putra-putrinya dengan berbagai macam kursus seperti kursus bahasa Inggris, kursus piano, kursus memasak, kursus merangkai bunga, kursus sempoa, dan sebagainya.
Padahal usia 7 - 9 tahun adalah usia bermain bagi anak-anak, tetapi mereka sudah dipaksa untuk belajar dan menyerap ilmu sebanyak-banyaknya. Wajar saja kalau pertumbuhan karakter dan mental anak-anak SD kita tidak begitu bagus.
Hal ini diperparah dengan pelajaran etika dan budi pekerti yang sudah mulai dilupakan, baik oleh sekolah maupun oleh orang tua mereka sendiri. Mereka pun tumbuh menjadi anak-anak yang tidak tahu etika dan sopan santun.
Dan hal ini sudah mulai terlihat di generasi muda kita sekarang. Mereka sudah mulai kehilangan rasa segan pada orang yang lebih tua, sangat sulit bagi mereka untuk mengucapkan kata "permisi", mereka juga sudah tidak njawa (baca: njowo; tidak peduli, tidak mau tahu) dengan lingkungan maupun orang-orang di sekitarnya.
"Stop tipu-tipu gan, terus ngapain dong murid SD kelas 1 - 3 repot-repot datang ke sekolah?", mungkin Anda bertanya-tanya.
Tentu saja mereka tetap menerima pelajaran, tetapi pelajaran yang mereka terima akan sangat berbeda dengan pelajaran yang diterima oleh anak-anak SD di negara kita misalnya.
Di Jepang, murid SD kelas 1 - 3 tidak menerima pelajaran formal seperti matematika, bahasa, IPA, dan sebagainya. Yang diajarkan kepada mereka adalah pelajaran tentang moral dan etika.
Mereka diajari untuk menghormati dan menghargai orang lain, mereka diajari untuk menghargai lingkungan termasuk menyayangi hewan dan tumbuhan. Sopan santun, rasa welas asih, jiwa keadilan, dan kerendahan hati juga mulai ditanamkan.
Itulah sebabnya penduduk Jepang dikenal sebagai orang-orang yang paling sopan di dunia, bahkan menurut penuturan seorang teman yang pernah berkunjung ke sana, dalam kondisi mabuk pun mereka masih bisa mengucapkan "sumimasen".
Sekarang bandingkan dengan murid-murid SD di negara kita.
Sejak kelas 1 SD mereka sudah dijejali dengan banyak sekali pelajaran (termasuk pelajaran bahasa Inggris, yang bukan bahasa ibu mereka), jam sekolah baru selesai pada pukul 3 sore, masih ditambah dengan tugas yang harus dikerjakan di rumah, belum lagi les, pelajaran tambahan, serta kegiatan ekstrakurikuler lainnya.
Dan terkadang, karena ingin bisa membanggakan
Padahal usia 7 - 9 tahun adalah usia bermain bagi anak-anak, tetapi mereka sudah dipaksa untuk belajar dan menyerap ilmu sebanyak-banyaknya. Wajar saja kalau pertumbuhan karakter dan mental anak-anak SD kita tidak begitu bagus.
Hal ini diperparah dengan pelajaran etika dan budi pekerti yang sudah mulai dilupakan, baik oleh sekolah maupun oleh orang tua mereka sendiri. Mereka pun tumbuh menjadi anak-anak yang tidak tahu etika dan sopan santun.
Dan hal ini sudah mulai terlihat di generasi muda kita sekarang. Mereka sudah mulai kehilangan rasa segan pada orang yang lebih tua, sangat sulit bagi mereka untuk mengucapkan kata "permisi", mereka juga sudah tidak njawa (baca: njowo; tidak peduli, tidak mau tahu) dengan lingkungan maupun orang-orang di sekitarnya.
... Oke, cukup ngelanturnya.
Kurikulum pendidikan formal di Jepang yang mengedepankan etika dan budi pekerti inilah yang kemudian diadopsi ke dalam 'kurikulum' pendidikan budo (seni beladiri). Di dalam budo, akhlak, etika, dan juga budi pekerti adalah hal yang paling penting.
Saat mulai berlatih budo, pelajaran pertama yang kita terima bukanlah pelajaran tentang teknik-teknik dasar beladirinya. Pelajaran pertama yang kita terima adalah pelajaran tentang etika dan budi pekerti. Pelajaran "moral" ini mungkin sedikit berbeda antara satu budo dengan budo yang lain, tetapi secara garis besar tetap sama.
Sebagai contoh, di seni beladiri yang sedang saya dalami, pelajaran pertama yang kita terima saat baru pertama kali bergabung dalam latihan antara lain adalah:
"Bukannya latihan beladiri itu harusnya belajar teknik-teknik untuk membela diri, kenapa harus diberi pelajaran tentang tata krama?"
*telinga ninja saya mendengar Anda bertanya sambil berbisik-bisik*
Budo atau seni beladiri, sesuai dengan namanya, memang dipakai terutama untuk membela diri. Tetapi budo tidak hanya untuk bela diri saja, budo ini juga bisa dipakai sebagai sarana untuk menghentikan konflik [budo secara harfiah berarti cara (atau jalan) hidup untuk menghentikan (dua) tombak]. Dan tentu saja untuk bisa menghentikan dua orang yang sedang berkonflik/ bertikai, kita membutuhkan teknik-teknik beladiri tertentu. Dan dari sekian banyak teknik tersebut, tentu saja ada juga teknik-teknik yang sangat berbahaya (bahkan mematikan).
Seseorang yang berlatih seni beladiri harus memiliki moral, etika, dan akhlak yang baik, kalau tidak sangat besar kemungkinan teknik-teknik yang sudah dipelajarinya (yang seharusnya digunakan dalam keadaan sangat terpaksa untuk membela diri atau untuk menghentikan konflik) akan disalahgunakan untuk kepentingannya sendiri.
Itulah sebabnya pelajaran moral dan etika diberikan pertama kali.
Seperti halnya pelajaran "ilmu hidup" yang diberikan pada murid-murid SD usia 7 - 9 tahun bertujuan untuk membentuk pribadi yang memiliki akhlak, etika, dan moral yang baik, pelajaran etika dalam seni beladiri juga bertujuan untuk membentuk karakter pe-budo yang baik.
Karena tujuan utama budo bukanlah untuk berkelahi melainkan untuk membentuk karakter.
Kurikulum pendidikan formal di Jepang yang mengedepankan etika dan budi pekerti inilah yang kemudian diadopsi ke dalam 'kurikulum' pendidikan budo (seni beladiri). Di dalam budo, akhlak, etika, dan juga budi pekerti adalah hal yang paling penting.
Saat mulai berlatih budo, pelajaran pertama yang kita terima bukanlah pelajaran tentang teknik-teknik dasar beladirinya. Pelajaran pertama yang kita terima adalah pelajaran tentang etika dan budi pekerti. Pelajaran "moral" ini mungkin sedikit berbeda antara satu budo dengan budo yang lain, tetapi secara garis besar tetap sama.
Sebagai contoh, di seni beladiri yang sedang saya dalami, pelajaran pertama yang kita terima saat baru pertama kali bergabung dalam latihan antara lain adalah:
- etika [kyakka shoko, gassho rei, samu, cara berpakaian, attitude (tingkah laku), speech (cara berbicara)]
- upacara tradisi (cara duduk, cara berdiri)
- macam-macam kamae
Pelajaran pertama yang diberikan adalah pelajaran tentang attitude, etika, dan sopan santun. [tingkatan terendah dalam shorinji kempo adalah kyu-6 atau yang disebut juga dengan minarai] |
*telinga ninja saya mendengar Anda bertanya sambil berbisik-bisik*
Budo atau seni beladiri, sesuai dengan namanya, memang dipakai terutama untuk membela diri. Tetapi budo tidak hanya untuk bela diri saja, budo ini juga bisa dipakai sebagai sarana untuk menghentikan konflik [budo secara harfiah berarti cara (atau jalan) hidup untuk menghentikan (dua) tombak]. Dan tentu saja untuk bisa menghentikan dua orang yang sedang berkonflik/ bertikai, kita membutuhkan teknik-teknik beladiri tertentu. Dan dari sekian banyak teknik tersebut, tentu saja ada juga teknik-teknik yang sangat berbahaya (bahkan mematikan).
Seseorang yang berlatih seni beladiri harus memiliki moral, etika, dan akhlak yang baik, kalau tidak sangat besar kemungkinan teknik-teknik yang sudah dipelajarinya (yang seharusnya digunakan dalam keadaan sangat terpaksa untuk membela diri atau untuk menghentikan konflik) akan disalahgunakan untuk kepentingannya sendiri.
Itulah sebabnya pelajaran moral dan etika diberikan pertama kali.
Seperti halnya pelajaran "ilmu hidup" yang diberikan pada murid-murid SD usia 7 - 9 tahun bertujuan untuk membentuk pribadi yang memiliki akhlak, etika, dan moral yang baik, pelajaran etika dalam seni beladiri juga bertujuan untuk membentuk karakter pe-budo yang baik.
Karena tujuan utama budo bukanlah untuk berkelahi melainkan untuk membentuk karakter.
"Martial arts is not about fighting, it's about building character" ~ Funakoshi Gichin
Sumber gan
ReplyDeleteBanyak gan, utamanya sih dari channel youtube brightside, tapi saya juga mengambil sumber dari cerita teman-teman yang pernah ke Jepang, dorama, anime, dan juga dari tradisi seni beladiri yang saya pelajari.
Delete