Pariwara

Followers

Mengalah Bukan Berarti Kalah

Posted by Yonatan Adi on 2:00 PM

Sore itu saya sedang dalam perjalanan pulang dari kantor. Saat akan melewati sebuah perempatan jalan, saya menghentikan laju motor saya karena kebetulan saat itu di depan saya masih banyak berlalu lalang kendaraan (kebetulan di tempat itu tidak ada lampu maupun pengatur lalu lintas). Di saat sedang menunggu jalanan sepi itulah, dari belakang saya, sebuah mobil membunyikan klaksonnya. Satu kali... ah mungkin gak sengaja kepencet, dua kali... mungkin lagi iseng, tiga kali... saya pun menoleh ke arah si pengemudi mobil dan berkata: "sabar bos, masih ramai jalannya", empat kali... saya pun mengacungkan jari tengah saya ;p.

Akhir-akhir ini saya semakin dibuat jengkel dengan kelakuan para pengguna jalan. Bukan saja karena kejadian di atas, tetapi karena pengguna jalan jaman now seperti tidak mengerti aturan dan etika dalam berkendara. Tidak sabaran di lampu merah, melanggar rambu-rambu lalu lintas seenak udelnya, tidak memberi tanda saat akan berbelok, memutar balik kendaraan di tempat yang tidak diperbolehkan, tetap memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi meskipun ada polisi tidur, mendahului saat akan berbelok, dan masih banyak lagi yang lain.

Tetapi, yang paling bikin sebel adalah kebiasaan tidak mau mengalah kepada kendaraan yang lebih kecil. Mentang-mentang mengendarai kendaraan 'berbadan' besar, pengemudi mobil merasa berkuasa di jalanan dan tidak mau mengalah kepada kendaraan yang lebih kecil seperti sepeda motor misalnya. Memang sih kalau harus diadu motor pasti akan kalah dengan mobil, tapi bukan berarti pengendara mobil boleh seenaknya sendiri kan?

Dan tahukah Anda bahwa hal semacam ini telah diatur dalam undang-undang?

Undang-undang (UU) LLAJ telah mengatur siapa pengguna jalan yang wajib diprioritaskan keselamatannya. Di dalam UU LLAJ, ada ketentuan yang mewajibkan setiap pengguna kendaraan bermotor untuk memprioritaskan (mengutamakan keselamatan) pengguna jalan lain, yakni pejalan kaki dan pesepeda sebagaimana diatur dalam Pasal 106 ayat (2) UU LLAJ.
Gambar dari publicdomainfiles.com
Kewajiban bagi pengguna kendaraan bermotor untuk memprioritaskan keselamatan pejalan kaki terdapat dalam pasal 116 ayat (2) huruf f UU LLAJ, yang mengatakan bahwa pengemudi kendaraan bermotor harus memperlambat kendaraannya jika melihat dan mengetahui ada pejalan kaki yang akan menyeberang.

Menariknya, 'undang-undang' seperti ini ternyata juga ada dalam seni beladiri.

Dalam seni beladiri yang sedang saya tekuni saat ini, seorang senpai adalah orang yang 'besar', dan seperti halnya pengendara sepeda yang 'takut' dengan mobil, seorang kohai juga harus 'takut' kepada senpai-nya. Takut disini bukan berarti gemetar dan berkeringat dingin setiap kali bertemu (meskipun dulu saya mengalaminya ;D), tetapi lebih kepada rasa hormat, segan, dan patuh. Karena bagaimanapun juga kalau sampai terjadi 'senggolan' antara seorang senpai dengan seorang kohai-nya, kemungkinan si kohai mengalami kekalahan adalah 90,31%.

Tetapi--seperti halnya pengendara mobil--bukan berarti seorang senpai bisa bertindak semaunya sendiri.

Di dalam latihan, instruksi dan perintah seorang senpai adalah mutlak; asalkan tidak bertentangan dengan hati nurani dan norma-norma yang berlaku, seorang kohai tanpa terkecuali wajib dan harus melakukannya. Tetapi di luar latihan, 'aturan' ini tidak lagi berlaku.

Di luar latihan, seorang senpai haruslah menjadi seorang 'pelayan' dan 'pengayom' bagi kohai-nya. Beberapa contoh dari sikap melayani dan mengayomi dari seorang senpai antara lain adalah mempersilakan kohai-nya untuk minum dan beristirahat sejenak di sela-sela latihan; semisal di akhir atau di sela-sela latihan ada acara makan bersama, seorang senpai selalu mendahulukan kohai-nya; memijat atau memulihkan kembali kohai-nya yang sudah mau menjadi 'korban' waza; bersedia menjadi 'korban' waza bagi kohai-kohai-nya, dan masih banyak lagi yang lain.

Dan semua itu bukan hanya sekedar teori, karena senpai-senpai saya telah mempraktekkan hal ini sejak saya masih minarai (pemula) hingga sekarang. Memang benar kata-kata orang bijak jaman dulu: "Orang besar tidak minta dilayani, melainkan mau melayani." Jadilah orang yang bermental raja namun berhati hamba.

Orang yang besar tidak pernah bersikap egois dan mau menang sendiri, mereka selalu mau mengalah, karena mereka tahu bahwa mengalah bukan berarti kalah.


Nama Anda
New Johny WussUpdated: 2:00 PM

0 komentar:

Post a Comment

Copyscape

Protected by Copyscape
Powered by Blogger.

Paling Dilihat

CB