Pariwara

Followers

Penantian... eh Tindakan yang Sia-Sia

Posted by Yonatan Adi on 2:53 PM

Sebenarnya sih ini bukan kali pertama saya melihatnya, bahkan bisa dibilang saya menyaksikannya hampir setiap hari, tapi entah kenapa pemikiran ini baru muncul sekarang. Apa gara-gara saya selalu pakai masker ya yang bikin pasokan udara ke otak berkurang sehingga saya tidak bisa berpikir dengan baik...?

TKP-nya adalah sebuah pertigaan (atau lebih tepatnya jalan bercabang dua) yang ada APILL (alat pemberi isyarat lalu lintas)-nya yang mana disitu jelas-jelas terpampang rambu lalu lintas seperti ini:

Gambar oleh WikimediaImages | via pixabay
Hayo artinya apa?;D

Lucunya (kendati tidak sampai membuat saya tertawa terbahak-bahak), banyak kendaraan yang menghidupkan lampu sein kiri-nya, padahal jelas-jelas disitu tidak diperbolehkan untuk belok ke arah kanan. Dengan kata lain, para pengendara kendaraan tersebut telah memberi isyarat yang mubazir dan tidak ada faedahnya sama sekali, karena tanpa memberi tanda pun tentu saja mereka harus belok ke arah kiri, plis deh ;(.

Tapi wajar juga sih, karena sebagian besar orang di luar sana memang tidak pernah belajar seni beladiri.

"Apa hubungannya coba?", mungkin itu yang terlintas di pikiran Anda.

Disebut "muda" dalam bahasa (dan juga seni beladiri asal) Jepang, menghidupkan lampu sein ke arah kiri di pertigaan yang jelas-jelas hanya bisa belok ke arah kiri adalah suatu kesia-siaan belaka, atau kalau orang Jepang bilang: "Anata dake no accu o muda ni shite imasu" (yang artinya: "Anda hanya membuang-buang accu saja").

Secara tata bahasa (widiih... ngomongnya), huruf kanji dari kata "muda" terdiri atas dua karakter yaitu "mu" (yang berarti kosong, hampa, tidak ada) dan "da" (yang artinya beban, sampah). Jadi secara tata bahasa, "muda" memiliki arti "sudah kosong, hampa, sampah pula" atau kalau diperhalus berarti tindakan yang sia-sia, tidak berguna, atau tidak produktif.
 
Dalam seni beladiri Jepang, "muda" adalah salah satu dari 3M diartikan sebagai gerakan yang tidak berguna (kalau dilihat dari hasil akhirnya) sehingga bisa (atau bahkan harus) dihilangkan. Hal ini tentu saja dengan asumsi bahwa kita sudah memahami maksud dan tujuan dari suatu teknik atau gerakan (ingat shu-ha-ri).
 
Kita ambil contoh dari salah satu teknik dasar yaitu gyaku zuki, "muda" yang paling sering dilakukan adalah sedikit menarik lengan/siku ke arah belakang sebelum memukul--katanya sih sebagai awalan atau ancang-ancang untuk (katanya) menambah tenaga pukulan--padahal, alih-alih menambah tenaga pukulan kita, gerakan ini justru akan membuat lawan bisa dengan mudah membaca serangan yang akan kita lakukan.

Bahasa kasarnya, menarik siku ke arah belakang sesaat sebelum memukul adalah suatu tindakan yang bodoh, suatu tindakan yang kosong dan hampa, dan adalah sampah yang harus dibuang.
 
Sudah bisa melihat hubungannya sekarang?
 
Seandainya para pengendara kendaraan yang saya sebutkan di atas pernah belajar beladiri, tentunya mereka tidak akan melakukan hal "bodoh" seperti memberi tanda kalau mereka akan melakukan sesuatu yang 100 persen pasti akan mereka lakukan. Bukankah seni beladiri modern bertujuan untuk membangun karakter (yang baik), sehingga karakter (yang baik) seseorang di dalam dojo/ tempat latihan akan terbawa ke dalam kesehariannya? 
 
Tetapi setidaknya para pengendara kendaraan ini masih jauh lebih baik daripada seseorang yang sedang mengendarai kendaraan tapi merasa sedang bertanding/ bertarung sehingga memberikan tanda yang membuat lawan... eh maksud saya pengendara lain terkecoh.


Nama Anda
New Johny WussUpdated: 2:53 PM

0 komentar:

Post a Comment

Copyscape

Protected by Copyscape
Powered by Blogger.

Paling Dilihat

CB