- Pernah terkonfirmasi menderita covid-19.
- Ibu hamil atau menyusui.
- Mengalami gejala ISPA seperti batuk, pilek, ataupun sesak napas dalam 7 hari terakhir.
- Ada anggota keluarga serumah yang kontak erat berstatus suspek, konfirmasi, atau sedang dalam perawatan karena penyakit covid-19.
- Memiliki riwayat alergi berat atau mengalami gejala sesak napas, bengkak, dan kemerahan setelah divaksinasi covid-19 sebelumnya (untuk vaksinasi kedua).
- Sedang mendapatkan terapi aktif jangka panjang terhadap penyakit kelainan darah.
- Menderita penyakit jantung seperti gagal jantung, penyakit jantung koroner.
- Menderita penyakit autoimun sistemik seperti SLE, Lupus, Sjogren, vaskulitis, dan autoimun lainnya.
- Menderita penyakit ginjal.
- Menderita penyakit reumatik autoimun atau Rhematoid Arthritis.
- Menderita penyakit saluran pencernaan kronis.
- Menderita penyakit hipertiroid atau hipotiroid karena autoimun.
- Menderita penyakit kanker, kelainan darah, imunokompromais atau defisiensi imun, dan penerima produk darah atau transfusi.
- Menderita penyakit diabetes melitus.
- Menderita HIV.
- Memiliki riwayat penyakit paru seperti asma, PPOK, dan TBC.
Gambar dari PxHere |
Dan... (semestinya Anda sudah bisa menerka ;p) seperti halnya vaksinasi covid, seni beladiri juga bisa menjadi pedang bermata dua.
Di satu sisi seni beladiri menawarkan beberapa manfaat seperti kesehatan yang lebih baik, pengembangan diri, dan (tentu saja) untuk beladiri. Namun di sisi lain, seni beladiri bisa menyebabkan seseorang menjadi (sedikit) tidak peduli dengan keselamatan dirinya.
Dengan berlatih seni beladiri, kita akan memiliki semacam keyakinan bahwa kita akan mampu melakukan pembelaan diri apabila keselamatan kita, orang-orang yang kita kasihi, ataupun orang-orang disekitar kita terancam. Dan tentu saja itu bukanlah hal yang buruk. Akan tetapi, apabila keyakinan tersebut terlalu berlebihan, rasa yakin itu justru sangat berbahaya bagi keselamatan diri kita.
Kok bisa?
Sebelum menjawabnya, saya ingin sedikit bertanya: "Bagaimana perasaan Anda saat pulang dari dojo (tempat latihan) setelah selesai berlatih?" Rasa yakin bahwa kita akan sanggup menghadapi semua ancaman di luar sana apapun dan bagaimanapun bentuknya, betul?
Setelah berhasil mengatasi semua "ancaman" di dojo (berbagai situasi bahaya seperti latihan fisik yang berat, "serangan-serangan" dari rekan latihan, bentakan dan juga makian dari pelatih, dan sebagainya), kita pun merasa akan mampu mengatasi ancaman-ancaman serupa di luar sana. Akibatnya kita pun mulai menyepelekan berbagai situasi yang bisa mengancam keselamatan diri kita. Pulang dengan tetap memakai dogi (seragam latihan) lengkap dengan obi (sabuk)-nya, memilih pulang melewati jalanan yang sepi daripada lewat jalur yang ramai karena jarak yang lebih dekat, petantang-petenteng karena tidak ada "bahaya" yang mampu menyentuh kita di dojo, adalah beberapa contoh situasi yang bisa membahayakan diri kita.
Kita lupa bahwa berbagai "mara bahaya" yang kita hadapi di dojo bukanlah bahaya yang sebenarnya. Kita tidak ingat bahwa ancaman yang sebenarnya jauh lebih sadis dan lebih brutal daripada "ancaman" yang kita hadapi di tempat latihan. Kendati kita bisa "lolos" tanpa terluka sedikitpun dari dojo, belum tentu kita akan bisa melakukannya di luar sana.
Itulah kenyataan pahitnya
Pertanyaan selanjutnya adalah adakah "obat" untuk mengatasi hal itu? Jawabnya adalah: (untungnya) ada. Buatlah latihan beladiri Anda serealistis mungkin, bukan dengan membawa masuk pisau, rantai besi, pentungan, pistol, peluncur roket, tank, ataupun benda-benda berbahaya lainnya ke dalam latihan di dojo, tetapi berlatihlah dengan pola pikir bahwa kita berlatih beladiri hanyalah untuk berjaga-jaga kalau-kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di luar sana, dan bukan untuk mencari-cari hal-hal yang tidak kita inginkan itu.
Setuju dengan saya?
0 komentar:
Post a Comment