Pariwara

Followers

Kenapa Harus (dan Tidak Harus) Ber-kamae

Posted by Yonatan Adi on 3:36 PM

Hari itu saya baru saja selesai memimpin sebuah sesi latihan. Saat sedang bersalin... *ehem* maksud saya ganti baju (seperti yang kita semua tahu, dogi atau seragam latihan tidak boleh dipakai sewaktu berangkat ataupun saat pulang dari tempat latihan--yang sayangnya kebiasaan baik ini sudah mulai ditinggalkan oleh para kenshi) saya dihampiri oleh salah seorang kohai saya.

Saya, yang kemudian segera merapikan rambut karena mengira si kohai mau mengajak selfie, merasa kecele karena ternyata kohai saya tersebut hendak bertanya dan bukan mau mengajak foto bareng ;p.

"Osu senpai, tadi senpai bilang kalau kamae itu artinya sikap (dan bukan kuda-kuda) dan kalau di luaran sana (pertarungan jalanan) penggunaan kamae 'resmi' adalah tindakan yang bodoh, kenapa begitu senpai?"

Tentu saja pertanyaan itu langsung saya jawab saat itu juga, dan jawaban dari pertanyaan itulah yang akan menjadi isi dari postingan saya kali ini.

Oh iya, jawaban yang saya berikan ini hanyalah menurut pendapat saya pribadi, sama sekali tidak ada niat untuk sok tahu apalagi menggurui, kalau Anda punya pendapat lain silakan membagikannya di kolom komentar di bawah.

Untuk pertanyaan pertama sebenarnya saya sudah pernah menjelaskannya disini, namun tidak ada salahnya saya jabarkan lagi. Berbeda dengan definisi yang diberikan oleh banyak orang, saya mendefinisikan kamae sebagai suatu postur atau sikap tubuh tertentu. Kenapa? karena istilah Jepang yang lebih tepat untuk menjelaskan kuda-kuda adalah tachi atau -dachi.

Kamae dan kuda-kuda itu berbeda. Kalau kuda-kuda digunakan untuk menjelaskan sikap tubuh yang dilihat dari pinggang ke bawah (tungkai dan kaki), kamae digunakan untuk menjelaskan sikap tubuh yang dilihat dari ujung kaki sampai dengan ujung rambut, termasuk juga sikap mental kita.

Di seni beladiri yang saya dalami, kamae ini terbagi menjadi 17 macam, sedangkan tachi (-dachi) terbagi menjadi 8 yaitu ku no ji tachi (kihon tachi), zen kotsu dachi, ko kotsu dachi, neko ashi dachi, heima dachi, shiko dachi, kiba dachi, dan fukko dachi.

Chudan kamae dalam kendo (image credit: Ningyou)
Kamae atau sikap ini diajarkan di tahap-tahap awal latihan (minarai dan kyu 6). Dengan semakin berkembangnya tahap latihan, kamae ini akan menjadi semakin 'tidak berguna' (kecuali untuk ujian kenaikan tingkat tentu saja ;D). Bahkan menurut Funakoshi-sensei, seorang yang sudah ahli dalam seni beladiri akan sama sekali meninggalkan bentuk-bentuk kamae ini dan memilih menggunakan postur alami tubuhnya untuk menghadapi serangan. "Kamae wa shoshinsha ni atowa shizentai" yang kalau diterjemahkan kurang lebih berarti "kamae adalah untuk pemula, untuk tingkat lanjut gunakan sikap alami tubuh".

Kalau akhirnya tidak terpakai, kenapa musti diajarkan? mubazir dong.

Tujuan latihan kamae bukanlah untuk menghafalkan bentuknya, melainkan untuk melatih mental kita. Dengan berlatih kamae, mental kita akan dilatih untuk siap menghadapi ataupun melakukan serangan, dan kalau mental kita sudah terlatih maka secara otomatis hal itu akan terlihat dalam postur tubuh kita.

Ini sesuai dengan teori psikologis dimana postur tubuh akan mempengaruhi keadaan mental dan sebaliknya, keadaan mental akan berpengaruh pada postur tubuh kita.

Untuk pertanyaan kedua, kenapa penggunaan kamae resmi dalam pertarungan jalanan adalah sesuatu yang bodoh, jawabannya adalah karena dalam pertarungan jalanan kita tidak akan pernah tahu berapa jumlah sebenarnya dari lawan kita. Kalau lawan kita hanyalah orang (-orang) yang berdiri dihadapan kita saja sih gapapa, tapi bagaimana kalau saat sedang asyik memamerkan berbagai bentuk kamae (yang semuanya keren betewe) kawan-kawan dari lawan kita--yang awalnya bersembunyi--diam-diam membokong kita dari belakang?

Selain itu, petarung ataupun preman jalanan biasanya merasa 'gemes' kalau melihat seseorang yang sok jagoan (dengan memasang kamae, kita menunjukkan kalau kita menguasai atau paling tidak sedang/ pernah belajar beladiri) dan akan berusaha untuk 'menghabisi' orang tersebut dengan cara apapun.

Dengan kata lain, kalau kita memamerkan kemampuan beladiri kita, 101% kita pasti tidak akan bisa menghindar dari yang namanya perkelahian.

Akan sangat berbeda kalau kita menggunakan sikap atau postur tubuh alami. Kita akan lebih luwes untuk mengamati keadaan disekitar kita dan tidak hanya terfokus pada satu atau beberapa orang saja. Selain itu, kemungkinan untuk terhindar dari adu jotos juga lebih besar. Berbeda dengan kamae resmi yang terkesan mengintimidasi dan 'bikin gemes', postur tubuh yang alami akan membuat kita terlihat tidak ingin mencari gara-gara (karena cara terbaik untuk menghadapi perkelahian adalah dengan tidak terlibat di dalamnya).

Tetapi tentu saja, karena sikap alami ini sebenarnya adalah 'kamae' juga, kita akan tetap siap menghadapi dan merespon kalau-kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
 
Setuju dengan saya?


Nama Anda
New Johny WussUpdated: 3:36 PM

2 komentar:

  1. sy senang dan sepakat dengan pemikiran anda senpai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Y⃥e⃥s⃥!⃥!⃥ ⃥A⃥k⃥h⃥i⃥r⃥n⃥y⃥a⃥ ⃥a⃥d⃥a⃥ ⃥y⃥a⃥n⃥g⃥ ⃥s⃥e⃥p⃥a⃥k⃥a⃥t⃥ ⃥d⃥e⃥n⃥g⃥a⃥n⃥ ⃥s⃥a⃥y⃥a⃥. Ehm... terimakasih sudah mampir Berkah Iyeito. Salam persaudaraan.


      Delete

Copyscape

Protected by Copyscape

Blog Archive

Powered by Blogger.

Paling Dilihat

CB