Demam "Om telolet om" saat ini sedang melanda dunia.
Kita sudah sepantasnya merasa bangga (?) karena bisa melahirkan fenomena yang bahkan banyak DJ dan musisi terkenal dunia yang meresponnya.
Atau tidak.
"Om telolet om" adalah kalimat yang diucapkan (lebih tepatnya sih diteriakkan) oleh seorang anak kecil ketika ada bus/ kendaraan yang lewat dengan maksud supaya bus/ kendaraan tersebut membunyikan klaksonnya yang berbunyi ♪♪telolet-telolet♪♪.
Kebiasaan ini sebenarnya sudah ada sejak beberapa dekade yang lalu, tetapi baru ngetren karena adanya media sosial seperti twitter dimana beberapa DJ terkenal dunia seperti DJ Snake dan DJ Zedd yang mencuit "om telolet om" dalam akun twitter-nya.
Untuk apa anak kecil meminta sopir kendaraan untuk membunyikan klaksonnya? Hanya untuk kesenangannya sendiri.
Lalu apa salahnya mencari kegembiraan untuk diri kita sendiri? Tidak ada yang salah...
Kalau Anda adalah seorang anak kecil. Kalau kegembiraan Anda tidak menimbulkan 'derita' bagi orang lain.
Kalau Anda seorang anak kecil, hal-hal kecil sudah bisa menjadi sumber kegembiraan bagi Anda. Misalnya saja makan permen, meniup balon, menyalakan kembang api, dan juga mendengar bunyi klakson. Kalau Anda seorang anak kecil, kegembiraan yang Anda dapatkan dari hal-hal tersebut (biasanya) tidak sampai menimbulkan rasa terganggu/ tidak senang/ tidak nyaman bagi orang lain.
Kita sudah sepantasnya merasa bangga (?) karena bisa melahirkan fenomena yang bahkan banyak DJ dan musisi terkenal dunia yang meresponnya.
Atau tidak.
"Om telolet om" adalah kalimat yang diucapkan (lebih tepatnya sih diteriakkan) oleh seorang anak kecil ketika ada bus/ kendaraan yang lewat dengan maksud supaya bus/ kendaraan tersebut membunyikan klaksonnya yang berbunyi ♪♪telolet-telolet♪♪.
Kebiasaan ini sebenarnya sudah ada sejak beberapa dekade yang lalu, tetapi baru ngetren karena adanya media sosial seperti twitter dimana beberapa DJ terkenal dunia seperti DJ Snake dan DJ Zedd yang mencuit "om telolet om" dalam akun twitter-nya.
Untuk apa anak kecil meminta sopir kendaraan untuk membunyikan klaksonnya? Hanya untuk kesenangannya sendiri.
Lalu apa salahnya mencari kegembiraan untuk diri kita sendiri? Tidak ada yang salah...
Kalau Anda adalah seorang anak kecil. Kalau kegembiraan Anda tidak menimbulkan 'derita' bagi orang lain.
Kalau Anda seorang anak kecil, hal-hal kecil sudah bisa menjadi sumber kegembiraan bagi Anda. Misalnya saja makan permen, meniup balon, menyalakan kembang api, dan juga mendengar bunyi klakson. Kalau Anda seorang anak kecil, kegembiraan yang Anda dapatkan dari hal-hal tersebut (biasanya) tidak sampai menimbulkan rasa terganggu/ tidak senang/ tidak nyaman bagi orang lain.
Gambar dari pixabay.com |
Seandainya seorang anak kecil tidak bisa mendapatkan apa yang dia inginkan, dia masih bisa merasa gembira apabila dirinya mendapatkan 'pengganti' yang membuatnya melupakan hal yang dia inginkan sebelumnya, namun hal ini tidak berlaku untuk orang dewasa, mungkin karena salah menangkap maksud dari kata-kata para motivator: "Cintai apa yang kamu miliki, miliki apa yang kamu cintai".
Misalnya Anda jatuh hati dengan seorang cewek. Sayangnya cewek tersebut sudah mempunyai pacar. Tetapi dasar 'orang dewasa', Anda merasa galau dan tidak bisa menghilangkan perasaan Anda dan mulai melakukan segala cara untuk 'merebut' cewek tersebut. Dan saat (kalau?) berhasil, mungkin Anda akan mendapatkan rasa gembira, tetapi apakah Anda memikirkan perasaan cowok yang ceweknya Anda 'rebut'? (bukan curhat, suer)
Atau mungkin Anda seorang perokok yang mendapatkan kesenangan dengan menghisap dan menghembuskan asap rokok, tetapi apakah Anda tahu perasaan orang disekitar Anda yang hanya menerima asap dari mulut dan hidung Anda? Tahukah Anda bahwa orang-orang disekitar Anda (yang tidak merokok) juga membutuhkan udara segar seperti halnya Anda yang mendapatkan 'udara segar' dari rokok yang Anda hisap?
Ok, mungkin contoh-contoh di atas sedikit lebay.
Lantas apa tujuan saya menulis celotehan di atas? (Apa? Jadi menulis artikel itu butuh tujuan?)
Intinya adalah biarkanlah "om telolet om" tetap menjadi milik anak kecil. Anda yang sudah 'dewasa' jangan ikut-ikutan mengucapkannya (atau menunjukkan karton bertuliskan "om telolet om") pada kendaraan yang lewat--dan kemudian meng-upload-nya di youtube atau media sosial--hanya karena mengikuti tren.
Lalu apa hubungannya dengan seni beladiri?
Selalu ada hubungan dengan seni beladiri.
Di dalam seni beladiri, salah satu kegembiraan yang bisa kita dapatkan adalah saat kita naik tingkat dan boleh memakai sabuk (obi) dengan warna baru. Hal ini juga saya rasakan saat dulu saya naik ke tingkat kyu 3 [dalam seni beladiri yang saya dalami saat ini, sabuk putih dipakai untuk tiga tingkatan pertama (minarai s/d kyu 4) dan baru berganti menjadi hijau untuk tingkatan kyu 3].
Kegembiraan tersebut (naik tingkat dan diperbolehkan memakai warna sabuk baru) hanya bisa kita dapatkan setelah berusaha keras dalam latihan dan lulus dalam ujian kenaikan tingkat yang berat.
Proses latihan dan ujian kenaikan tingkat mengajarkan kepada kita bahwa kita hanya akan bisa mencapai tujuan (baca: kegembiraan) setelah kita berusaha dan mau melalui prosesnya, tidak seperti meminta seorang sopir kendaraan untuk membunyikan klaksonnya--yang meskipun masih membutuhkan usaha--hanya membutuhkan usaha yang kecil. Dan yang paling penting, kegembiraan kita tersebut tidak menimbulkan gangguan dan rasa tidak senang/ tidak nyaman bagi orang lain.
Bukankah kelulusan Anda dalam ujian menimbulkan rasa tidak senang/ tidak nyaman bagi mereka yang tidak lulus?
Memang benar kita sebagai manusia normal tidak akan pernah bisa lepas dari rasa iri dan dengki. Memang benar bahwa mereka yang tidak lulus ujian (sebut saja A) mungkin akan merasa iri dan dengki kepada mereka yang lulus ujian (sebut saja B). Tetapi ingat, bahwa B lulus ujian bukan karena A tidak lulus, B lulus ujian karena mereka memang mampu dan layak untuk lulus. Demikian pula sebaliknya, A tidak lulus ujian bukan karena B lulus, A tidak lulus karena memang kurang mampu dan belum layak untuk naik tingkat.
Lalu bagaimana dengan pelatih yang cuma menyuruh murid-muridnya untuk berlatih (dengan keras) sementara dia cuma melipat tangan dan senyum-senyum di depan.
Seorang pelatih menyuruh murid-muridnya untuk berlatih keras bukan untuk kesenangannya melainkan untuk kepentingan murid-muridnya, dan lagi kalau pelatih Anda adalah sorang pelatih yang baik, tidak mungkin beliau hanya menyuruh, minimal beliau memberi contoh gerakan-gerakan yang harus Anda lakukan.
Saya tutup artikel ini dengan quote dari saya :-):
"Kenapa hal-hal ngga penting seperti "om telolet om" bisa menjadi viral sedangkan hal-hal yang baik seperti menghormati orang lain, menjaga kebersihan dan kerapian, mengalah, bersabar, dan lain sebagainya tidak pernah bisa menjadi viral? Kenapa hal negatif seperti menampar petugas loket jalan tol bisa menjadi viral, sedangkan hal positif seperti membantu seorang nenek menyeberang jalan tidak pernah menjadi viral?"
0 komentar:
Post a Comment