Tradisi...
Apa sih tradisi itu?
tradisi/tra·di·si/ n 1 adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat; 2 penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar.
- https://kbbi.web.id/tradisi
Sebuah kata yang sangat menarik.
Kenapa? Karena hanya dengan menyebutkan kata ini banyak orang mungkin akan merasa "jijik" dan menjauhi diri Anda, sedangkan yang lain justru akan berbondong-bondong mengerumuni dan memuja-muja Anda bagaikan seorang dewa.
Oke, mungkin paragraf di atas sedikit berlebihan.
Yang ingin saya katakan adalah bahwa Anda akan banyak sekali menjumpai individu yang anti dengan tradisi, tetapi Anda pun akan menemukan bahwa orang-orang yang menjunjung tinggi tradisi juga tidak kalah banyaknya.
Mengatakan bahwa tradisi merupakan salah satu bagian dari seni beladiri adalah pernyataan yang kurang tepat, karena--kalau dilihat dari cara berlatih, kebiasaan, dan kepercayaan kita sebagai seorang praktisi beladiri--tradisi adalah jiwa dari seni beladiri itu sendiri.
Memanggil "guru" kita dengan sebutan sensei; menghormati senpai (senior) dan meremeh... maksud saya tidak meremehkan kohai (junior); melakukan samu sebelum dan sesudah berlatih, menata alas kaki dengan teratur dan rapi; "berteriak" sekeras mungkin saat melakukan gerakan memukul, menendang, dan atau menangkis adalah beberapa contoh tradisi dalam seni beladiri yang saat ini saya tekuni (dan tentunya di seni beladiri yang lain juga ada banyak tradisi semacam ini).
Apa sih tradisi itu?
tradisi/tra·di·si/ n 1 adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat; 2 penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar.
- https://kbbi.web.id/tradisi
Sebuah kata yang sangat menarik.
Kenapa? Karena hanya dengan menyebutkan kata ini banyak orang mungkin akan merasa "jijik" dan menjauhi diri Anda, sedangkan yang lain justru akan berbondong-bondong mengerumuni dan memuja-muja Anda bagaikan seorang dewa.
Oke, mungkin paragraf di atas sedikit berlebihan.
Yang ingin saya katakan adalah bahwa Anda akan banyak sekali menjumpai individu yang anti dengan tradisi, tetapi Anda pun akan menemukan bahwa orang-orang yang menjunjung tinggi tradisi juga tidak kalah banyaknya.
Mengatakan bahwa tradisi merupakan salah satu bagian dari seni beladiri adalah pernyataan yang kurang tepat, karena--kalau dilihat dari cara berlatih, kebiasaan, dan kepercayaan kita sebagai seorang praktisi beladiri--tradisi adalah jiwa dari seni beladiri itu sendiri.
Memanggil "guru" kita dengan sebutan sensei; menghormati senpai (senior) dan meremeh... maksud saya tidak meremehkan kohai (junior); melakukan samu sebelum dan sesudah berlatih, menata alas kaki dengan teratur dan rapi; "berteriak" sekeras mungkin saat melakukan gerakan memukul, menendang, dan atau menangkis adalah beberapa contoh tradisi dalam seni beladiri yang saat ini saya tekuni (dan tentunya di seni beladiri yang lain juga ada banyak tradisi semacam ini).
Sayangnya--kendati memang ada beberapa tradisi yang tidak bisa diubah--banyak praktisi beladiri yang memandang tradisi ini sebagai suatu harga mati, sebagai sesuatu yang saklek dan harus dipertahankan mati-matian.
Saya juga mencintai tradisi. Tidak sebesar cinta saya kepada istri dan hobi saya bermain game sih ;D, tapi saya menganggap tradisi sebagai sesuatu yang harus dihormati dan dijunjung tinggi.
Sebentar... sebentar... indera laba-laba saya merasakan sesuatu.
Oh, itu cuma Anda yang ingin bertanya tho?
Yonatan-sensei, apa sih hebatnya tradisi? Bukannya itu hanya untuk orang-orang yang sudah sepuh dan ketinggalan jaman saja?
Pertanyaan bagus.
Itulah tujuan saya menulis postingan ini. Untuk menjawab pertanyaan Anda itu. Dan bukan, saya bukan seorang sensei. (Meskipun saya sangat ingin menyebut diri saya sensei) menurut *ehem* tradisi Jepang, menyebut diri sendiri dengan embel-embel sensei [atau senpai (dan bukan sinpe, simpe, seinpay, apalagi simpai)] adalah sesuatu yang tabu.
Tanpa berpanjang lebar lagi, inilah beberapa alasan kenapa kita (seharusnya) mencintai tradisi. Bukan sesuatu yang spektakuler ataupun--kata mbak inces--: cetar membahana, hanya pendapat sederhana saya saja kok.
Yuk dimari...
#1. Anda tahu bahwa apa yang Anda lakukan sudah teruji oleh waktu
Sesuatu--dalam hal ini teknik, taktik, maupun metode latihan beladiri--yang sudah bertahan selama ratusan bahkan ribuan tahun tentunya sudah teruji secara klinis berguna dalam pertarungan yang sebenarnya. Kalau tidak berguna, tentu saja sesuatu itu tidak akan diajarkan lagi, dan lama kelamaan akan menghilang.
Kalau suatu hal sudah disebut sebagai tradisi, hampir bisa dipastikan bahwa hal tersebut telah teruji oleh waktu. Dan ujian yang diberikan oleh waktu itu tidaklah mudah.
Sayangnya, di beladiri yang saya dalami, beberapa tradisi latihan seperti sukui ho (posisi kaki), tachi kata (sikap berdiri), tai sabaki (olah tubuh), dan tai kamae (sikap tubuh) sudah mulai jarang diajarkan, banyak kenshi yang menganggap hal-hal tersebut "kurang penting" dan hanya tertarik pada hal-hal yang "berguna" dalam pertarungan/ pertandingan saja.
#2. Anda tidak perlu menyusun semuanya lagi dari awal
Satu (atau empat??) kata kenapa sesuatu diwariskan secara turun temurun melalui tradisi: (meniru brand suatu iklan) trust me, it works.
Seseorang merumuskan suatu hal, banyak orang setuju kalau hal itu bagus, dan hal tersebut kemudian diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya hingga sampai ke tangan kita (meski tentu saja ada sedikit perubahan di sana-sini). Dengan mengikuti tradisi, kita tidak perlu berpikir lagi tentang:
- apa yang harus dilakukan
- kapan harus dilakukan
- dimana melakukannya
- bagaimana cara melakukannya, dan
- kenapa kita harus melakukannya
Yang perlu kita lakukan (1%-nya) adalah menyesuaikan tradisi tersebut dengan kemajuan jaman (berlatih tengah malam di tempat yang sepi mungkin menjadi sesuatu yang biasa di djaman doeloe, tapi tidak di jaman sekarang).
#3. Mengikuti tradisi akan membuat Anda merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar
Pernahkah Anda merasa bahwa setiap waktu yang Anda habiskan di dojo, setiap kali Anda mengulangi gerakan-gerakan yang itu-itu saja sebanyak ribuan kali, diiringi dengan bentakan dan makian dari sensei/ senpai Anda, Anda merasakan "ikatan" yang semakin kuat antara diri Anda dengan sesuatu? Tidak pernah? Saya pernah, dan saya yakin ribuan praktisi beladiri diluar sana juga pernah merasakannya.
Ikatan dengan dunia (...)*, dengan praktisi (...)* di masa lalu, dengan semua orang yang pernah dan sedang belajar (...)*. Tradisi-lah yang menjadi pengikatnya. Tradisi-lah yang membuat Anda merasakan ikatan kekeluargaan yang jauh lebih besar dari yang pernah Anda bayangkan. Keluarga (...)*. Diikat oleh satu hal... tradisi.
*ganti (...) dengan seni beladiri yang Anda dalami
#4. Tradisi membuat Anda bisa melakukan banyak hal yang normalnya tidak bisa atau tidak boleh Anda lakukan, tanpa konsekuensi apapun
Salah satu tradisi yang nyeleneh adalah tradisi tahunan yang dilakukan setiap tanggal 16 Desember di University of Philippines yang disebut dengan Oblation Run. Dalam tradisi ini, para pelari yang semuanya laki-laki berlari bertelanjang bulat di tempat umum, dengan rute yang telah ditentukan, dan dengan (maaf) alat vital yang terlihat jelas. Tradisi ini adalah simbol penyerahan diri kepada bangsa dan negara.
Memalukan? Kalau bukan tradisi pastinya iya, tapi karena ini adalah sebuah tradisi, para pelakunya malah merasa bangga saat melakukannya.
Di seni beladiri yang sedang saya dalami, ada sebuah tradisi (yang sekarang sudah mulai ditinggalkan, untungnya) yang mana setiap kali lulus ujian kenaikan tingkat, Anda dan teman-teman Anda (yang laki-laki) akan disuruh duduk melakukan sazen dengan bertelanjang dada sementara para senior yang bermuka garang berkeliling menyabetkan obi-nya ke punggung semua orang. Apa alasannya? Tradisi.
Bahkan konon ceritanya di jaman baheula, para kenshi yang lulus ujian disuruh berbaris dan dipukul perutnya satu persatu oleh kenshi yang paling senior hingga membuat si kenshi (yang dipukul perutnya) tersebut terkapar di tanah dengan napas megap-megap. Kejam dan tidak manusiawi. Tapi tebak apa? Tradisi.
Itulah juga alasan kenapa saya dan Anda berlatih dengan memakai "piyama", memukuli dan menendangi udara kosong di depan kita sambil berteriak-teriak seperti orang gila, memakai sabuk warna-warni, dan sok ngomong pakai bahasa Jepang. (sekali lagi meniru brand sebuah iklan) "Kita mengikuti tradisi, tante".
Itulah jaminan kita. Sebuah kata yang membuat Anda "bebas" berbuat semau Anda. Tradisi.
#5. Tanpa tradisi kita tidak akan mungkin menjadi seperti kita yang sekarang
Kalau tidak ada tradisi, kita tidak akan memiliki sesuatu yang mana kita bisa melepaskan diri darinya.
Anda tentunya pernah mendengar tradisi untuk tidak keluar rumah setelah maghrib, bukan? Kendati sebagian besar hanyalah mitos, saya bisa sedikit memahami kenapa orang-orang tua kita melarang kita untuk keluar rumah setelah jam 6 sore--karena gelap dan kita tidak tahu apa yang menunggu kita dalam kegelapan diluar sana.
Itulah sebabnya Thomas Edison (asumsikan saja bahwa Edison pernah hidup di tanah Jawa) berusaha melepaskan diri dari tradisi itu dengan cara menciptakan bola lampu yang dapat menerangi kegelapan itu.
Oke, mungkin contoh diatas sedikit maksa :D.
Intinya adalah terobosan-terobosan besar yang terjadi di sepanjang sejarah umat manusia, hampir semuanya dicetuskan oleh orang-orang yang mengikuti tradisi sampai mereka merasa muak dengan tradisi tersebut; sampai mereka merasa "persetan dengan tradisi" dan kemudian melepaskan dirinya dari 'kenormalan'.
__________
Mungkin sedikit keluar dari topik, kalau Anda pernah mendengar pepatah Jepang "on ko chi shin" (belajar dari yang lebih tua untuk memahami hal baru) ataupun teringat pada shu-ha-ri (mengikuti - menyesuaikan - melepaskan diri), setiap orang yang mengikuti tradisi hanya punya dua pilihan:
(1) melangkah maju, atau
(2) diam di tempat.
Berkembang atau stagnan.
Namun sayangnya banyak orang yang lebih memilih pilihan kedua.
Dengan ini saya tutup postingan tentang kenapa kita (seharusnya) mencintai tradisi.
Semoga bermanfaat dan terimakasih.
Bahkan konon ceritanya di jaman baheula, para kenshi yang lulus ujian disuruh berbaris dan dipukul perutnya satu persatu oleh kenshi yang paling senior hingga membuat si kenshi (yang dipukul perutnya) tersebut terkapar di tanah dengan napas megap-megap. Kejam dan tidak manusiawi. Tapi tebak apa? Tradisi.
Itulah juga alasan kenapa saya dan Anda berlatih dengan memakai "piyama", memukuli dan menendangi udara kosong di depan kita sambil berteriak-teriak seperti orang gila, memakai sabuk warna-warni, dan sok ngomong pakai bahasa Jepang. (sekali lagi meniru brand sebuah iklan) "Kita mengikuti tradisi, tante".
Itulah jaminan kita. Sebuah kata yang membuat Anda "bebas" berbuat semau Anda. Tradisi.
#5. Tanpa tradisi kita tidak akan mungkin menjadi seperti kita yang sekarang
Kalau tidak ada tradisi, kita tidak akan memiliki sesuatu yang mana kita bisa melepaskan diri darinya.
Anda tentunya pernah mendengar tradisi untuk tidak keluar rumah setelah maghrib, bukan? Kendati sebagian besar hanyalah mitos, saya bisa sedikit memahami kenapa orang-orang tua kita melarang kita untuk keluar rumah setelah jam 6 sore--karena gelap dan kita tidak tahu apa yang menunggu kita dalam kegelapan diluar sana.
Itulah sebabnya Thomas Edison (asumsikan saja bahwa Edison pernah hidup di tanah Jawa) berusaha melepaskan diri dari tradisi itu dengan cara menciptakan bola lampu yang dapat menerangi kegelapan itu.
Oke, mungkin contoh diatas sedikit maksa :D.
Intinya adalah terobosan-terobosan besar yang terjadi di sepanjang sejarah umat manusia, hampir semuanya dicetuskan oleh orang-orang yang mengikuti tradisi sampai mereka merasa muak dengan tradisi tersebut; sampai mereka merasa "persetan dengan tradisi" dan kemudian melepaskan dirinya dari 'kenormalan'.
__________
Mungkin sedikit keluar dari topik, kalau Anda pernah mendengar pepatah Jepang "on ko chi shin" (belajar dari yang lebih tua untuk memahami hal baru) ataupun teringat pada shu-ha-ri (mengikuti - menyesuaikan - melepaskan diri), setiap orang yang mengikuti tradisi hanya punya dua pilihan:
(1) melangkah maju, atau
(2) diam di tempat.
Berkembang atau stagnan.
Namun sayangnya banyak orang yang lebih memilih pilihan kedua.
Dengan ini saya tutup postingan tentang kenapa kita (seharusnya) mencintai tradisi.
Semoga bermanfaat dan terimakasih.
0 komentar:
Post a Comment