Pariwara

Followers

Seni Beladiri, Seninya Orang yang Tidak Terdidik dan Tidak Berbudaya?

Posted by Yonatan Adi on 7:26 PM

"Seni beladiri mengajarkan kekerasan"; "Seni beladiri hanya cocok untuk mereka yang suka dengan kekerasan, mempunyai watak kasar, nggak berbudaya, dan nggak beretika", itulah beberapa opini yang beredar luas di masyarakat.

Mereka menganggap bahwa seni beladiri adalah sesuatu yang tidak cocok untuk dipelajari oleh orang-orang 'berbudaya' dan 'terdidik' seperti mereka.

Padahal kenyataannya sangat bertolak belakang, saya mengenal banyak sekali praktisi seni beladiri yang justru jauh lebih beretika dan lebih terdidik daripada orang-orang pada umumnya, mereka lebih tahu sopan santun, serta lebih menghargai dan menghormati orang lain.

Tahukah Anda bahwa di jaman dulu seni beladiri justru lebih banyak dipelajari oleh mereka yang berbudaya dan berpendidikan tinggi?

Bukankah seni beladiri mengajarkan kekerasan dan cara-cara berkelahi? Mana mungkin orang-orang yang berbudaya mau bersentuhan dengan hal-hal seperti itu?

Pendapat tersebut memang benar adanya--di jaman modern sekarang ini. Sekarang ini orang yang berpendidikan tinggi dan yang (ngaku-nya) berbudaya memang cenderung menghindar dari yang namanya seni beladiri karena menganggap bahwa seni beladiri adalah sesuatu yang nggak intelek dan hanya cocok untuk orang 'rendahan'.

Sejarah membuktikan bahwa di masa lalu, seni beladiri justru lebih banyak dipelajari oleh golongan bangsawan (yang tentu saja berpendidikan dan berbudaya tinggi), bahkan banyak diantaranya yang menjadi sangat ahli dalam seni beladiri yang dipelajarinya dan mengembangkan aliran seni beladiri baru.

Kita ambil contoh seni beladiri yang sangat populer di dunia yaitu karate. Di Okinawa (tempat asal karate atau yang saat itu lebih dikenal dengan sebutan "tote"), ketika kerajaan Ryuku masih berkuasa, seni beladiri ini justru lebih banyak dipelajari oleh mereka yang mempunyai gelar bangsawan/ ningrat.

Photo creditGraham Campbell
Untuk Anda ketahui, pada masa itu, di Jepang pada umumnya dan di Okinawa pada khususnya, terdapat beberapa kelas bangsawan (disebut 'shizoku'--mungkin setara dengan kasta brahmana) antara lain 'pechin' yang terbagi menjadi 'chikudun' sebagai kelas terbawah sampai dengan kelas teratas ('peekumi'), dan juga 'oyakata' yang merupakan kelas bangsawan tertinggi. Di atas mereka masih ada golongan ningrat yaitu 'aji' (keturunan raja/ pangeran) dan 'oji' (pangeran).

Sebagai bukti, di bawah ini saya cantumkan beberapa nama beserta kasta mereka:
  • Matsumura 'Bushi' Sokon (1809-1899), pechin, pengawal pribadi raja Ryukyuan
  • Chatan Yara (1740-1812), chikudun pechin
  • Kyan Chofu (n/a), shizoku
  • Higa Kanematsu (1790-1870), pechin
Nggak kenal dengan nama-nama tersebut? Bagaimana dengan Funakoshi Gichin (1868-1957)? shizoku. Motobu Choki (1870-1944)? aji, dan masih banyak lagi nama-nama yang lain.

Bagaimana dengan tokoh beladiri asli tanah air? Penemu silat Minangkabau, Datuk Suri Diraja (1097-1198) adalah seorang cendekiawan sekaligus guru dari Sultan Sri Maharaja Diraja. Soebandiman Dirdjoadmodjo (1913-1983), pendiri Kelatnas Perisai Diri, bergelar Raden Mas, salah satu gelar bangsawan di Indonesia. Ki Ngabei Ageng Soerodiwirdjo (1876-1944), pendiri Persaudaraan Setia Hati, masih satu garis keturunan dengan Prabu Brawijaya, raja Majapahit, dan masih banyak lagi yang lain.

Lupakan petani, nelayan, tukang batu, dan pekerja kasar lainnya. Bukan berarti mereka kurang cerdas atau kurang mampu secara fisik untuk mempelajari seni beladiri, tetapi mereka terlalu sibuk bekerja membanting tulang untuk menafkahi keluarganya sehingga tidak punya waktu untuk mempelajari seni memukul dan menendang ini.

Kalau Anda masih saja berpendapat bahwa seni beladiri hanya cocok untuk orang-orang yang kasar, nggak beretika, dan nggak berbudaya, Anda perlu tahu bahwa di dalam seni beladiri banyak sekali norma/ etika yang harus dipatuhi oleh para praktisinya atau oleh mereka yang sedang mempelajari seni beladiri tersebut.

Sebagian besar norma/ etika ini terlihat seperti hal yang nggak penting, beberapa contohnya antara lain menata rapi sandal/ sepatu di luar pintu dojo (tempat latihan), membersihkan tempat latihan sebelum dan sesudah berlatih, serta menghormat (dengan rei atau gassho) kepada pelatih, senior, dan teman latihan.

Orang-orang yang nggak beretika dan nggak berbudaya tidak mungkin mau melakukan hal-hal tersebut.

Lalu dari mana asalnya pendapat yang menyebutkan bahwa seni beladiri mengajarkan kekerasan dan hanya cocok untuk orang kasar dan nggak berpendidikan?

Kemungkinan besar pendapat tersebut muncul dari preman jalanan yang memang sangar dan terlihat ahli dalam hal pukul-memukul dan tendang-menendang. Hal ini diperkuat dengan anggapan yang salah bahwa memukul dan menendang adalah sama dengan seni beladiri.

Memukul dan menendang bukan hanya milik seni beladiri, dalam pertandingan sepakbola misalnya kita bisa melihat banyak sekali jenis tendangan (dan juga pukulan :D), mulai dari tendangan pisang hingga tendangan tanpa alasan, tetapi apakah pertandingan sepakbola sama dengan pertandingan beladiri?

Sebagian besar preman jalanan tidak pernah belajar seni beladiri, tetapi jangan salah, mereka ini adalah orang-orang terakhir yang ingin Anda buat marah.

Jadi bagaimana? Masih kekeuh kalau seni beladiri hanya untuk orang yang tak berbudaya? Itu sih terserah Anda. Saya tidak akan memaksakan pendapat saya, karena itu akan sama saja dengan mengakui kalau Anda benar.


Nama Anda
New Johny WussUpdated: 7:26 PM

0 komentar:

Post a Comment

Copyscape

Protected by Copyscape

Blog Archive

Powered by Blogger.

Paling Dilihat

CB