Pariwara

Followers

Kaca Jendela (Dojo) yang Pecah

Posted by Yonatan Adi on 2:56 PM

Beberapa tahun yang lalu, saat masih menumpang tinggal (dengan gratis ;D) di gedung sekretariat unit kegiatan mahasiswa, saya menemukan keadaan kamar mandi yang rusuh dan kotor.

Wajar sih, wong namanya juga sekretariat unit kegiatan mahasiswa, yang banyak dikunjungi oleh mahasiswa setiap harinya, yang mana tidak semua mahasiswa tersebut memiliki kesadaran untuk ikut menjaga kebersihan.

Hal ini diperburuk dengan kamar mandi yang hanya dibersihkan setiap dua minggu sekali oleh petugas kebersihan gedung. [Herannya, meskipun di pintu kamar mandi tertempel tulisan "Jaga kebersihan. Masuk kamar mandi lepas alas kaki", seolah tidak ada yang peduli].

Saya, yang paling tidak suka melihat sesuatu yang kotor dan berantakan, akhirnya memutuskan untuk membersihkan sendiri kamar mandi tersebut setiap kali mulai terlihat kotor.

Karena selalu terlihat bersih (dan saya omeli ;D), akhirnya mahasiswa-mahasiswa yang mau menggunakan kamar mandi tersebut merasa sungkan dan terpaksa mau melepas alas kakinya sebelum masuk ke kamar mandi.

Beberapa bulan kemudian, beberapa orang mahasiswa lainnya yang juga menumpang tinggal di gedung tersebut akhirnya juga ikut sadar untuk turut membersihkan kamar mandi di gedung tersebut. Dan akhirnya semua kamar mandi di gedung itu pun terjaga kebersihannya.

Apa pesan moral dari cerita saya di atas?

Bahwa saya adalah orang yang rajin tingkah laku kita adalah efek dari lingkungan sosial, atau dengan kata lain segala sesuatu yang kita lakukan dipengaruhi oleh keadaan di sekitar kita.

Di dalam ilmu psikologi, teori hubungan antara tingkah laku dan lingkungan sosial ini disebut dengan "The Broken Window Theory" (atau Teori Jendela Pecah). Teori ini dicetuskan oleh dua orang kriminologis yaitu James Q. Wilson dan George Kelling pada tahun 1992.

Mereka memandang sebuah kejahatan sebagai hasil akhir dari rangkaian kejadian yang panjang. Mereka berteori bahwa kejahatan muncul dari suatu disorder (keadaan yang tidak sesuai dengan tatanan umum); dan kalau disorder tersebut dihilangkan maka kejahatan tersebut tidak akan pernah terjadi.

Bayangkan saja seperti ini:

Suatu hari seseorang secara tidak sengaja memecahkan salah satu kaca jendela di sebuah rumah kosong, dan entah kenapa pemilik rumah tersebut tidak segera memperbaikinya.

Gambar dari pxhere.com
Hal ini memberikan semacam sinyal kepada orang-orang bahwa tidak ada yang peduli dengan rumah kosong itu dan mungkin tidak akan apa-apa kalau mereka memecahkan kaca jendela lain yang belum pecah.

Sekarang ada dua kaca jendela yang pecah, jadi mungkin tidak akan ada yang peduli kalau ada coretan-coretan di dinding rumah itu. Tidak lama berselang, coretan-coretan itu semakin bertambah banyak, jumlah kaca jendela yang pecah juga bertambah, orang kemudian mulai kencing sembarangan di sekitar rumah itu. Satu kejadian memicu kejadian yang lain, dan semakin lama keadaan rumah tersebut semakin memburuk dan akhirnya roboh.

Semuanya hanya karena sebuah kaca jendela pecah yang tidak segera diperbaiki.

Seperti halnya saya (rajin) membersihkan kamar mandi yang kemudian membuat semua mahasiswa sadar untuk ikut serta menjaga kebersihan kamar mandi, hampir bisa dipastikan rumah tersebut masih akan tetap berdiri seandainya kaca jendela yang pecah itu segera diganti dengan yang baru.

Dan karena seni beladiri adalah miniatur dari kehidupan, dengan dojo/ tempat latihan sebagai lingkungan utama kita, pastinya teori jendela pecah ini juga bisa diaplikasikan.

Saya beri contoh seperti ini:

Dojo kami adalah ruangan umum yang dipakai bergantian dengan beberapa aliran seni beladiri lain, bahkan terkadang ruangan tersebut juga dipakai untuk acara lain selain latihan seni beladiri, sehingga otomatis matras yang terpasang di tempat tersebut seringkali dibongkar pasang.

Kami sepakat untuk menjaga kebersihan matras (dan ruangan itu) dengan cara menyapu (dan terkadang mengepel)-nya setiap kali akan memulai dan mengakhiri latihan.

Dengan keadaan matras yang bersih, orang akan merasa segan dan tidak akan menginjak-injak matras tersebut dengan memakai alas kaki, tidak akan menumpahkan minuman apapun ke atasnya, ataupun membongkar-pasang matras dengan kasar.

Prinsip yang sama juga berlaku untuk peralatan latihan yang lain seperti punching pad, makiwara, sansak...

Bahkan teknik beladiri sekalipun.

Berapa kali Anda melihat junior Anda melakukan sedikit kesalahan saat melakukan sebuah teknik? Sering?

Seberapa sering Anda mengkoreksi kesalahan tersebut? Kadang-kadang? Atau tidak pernah?

Seringkali kita mengabaikan kesalahan-kesalahan kecil tersebut, lagipula siapa sih yang akan jadi the next Bruce Lee? Emang gue pikirin, sedikit kesalahan disana-sini bukanlah masalah besar, nanti juga bener sendiri, benar kan?

Benar

Atau setidaknya itulah harapan kita.

Sekecil apapun kesalahan itu, setiap kali hal tersebut terjadi kita harus segera mengkoreksinya. Berulang kali, biarpun sampai mbleneg dan bosan, kita harus terus mengkoreksi kesalahan-kesalahan kecil itu. Karena seperti yang dikatakan dalam teori jendela pecah, kalau kita mengabaikan kesalahan kecil tersebut, lama kelamaan hal itu akan menjadi lingkaran setan yang akan terus bertambah buruk.

Bahkan teori jendela pecah ini juga bisa diaplikasikan ke dalam penampilan Anda.

Saya beri contoh seperti ini:

Seorang senpai tidak pernah memotong kuku tangannya (bukan saya lho ya... suer), suatu hari saat sedang mempraktekkan waza untuk memberi contoh kepada kohai-nya, si senpai tidak sengaja melukai lengan kohai-nya sampai berdarah.

Beberapa menit kemudian, karena si kohai tidak menyadari kalau lengannya terluka dan berdarah, seluruh lengan baju dogi-nya pun kotor terkena bercak darah.

Karena dogi si kohai dicuci seminggu sekali, bercak darah tersebut tidak bisa hilang, dan karena harganya cukup mahal si kohai pun tidak berniat membeli dogi baru.

Minarai lain melihat hal ini, dan saat salah seorang minarai tidak sengaja merobekkan dogi-nya saat latihan, dia tidak terlalu mempedulikannya. Temannya, yang juga seorang minarai, suatu kali terpeleset jatuh saat berangkat latihan dan membuat dogi-nya kotor terkena lumpur. Tidak apa-apalah, wong dogi berdarah dan robek juga tidak ada yang peduli, pikirnya.

Tidak lama kemudian, minarai yang lain juga mulai memanjangkan kukunya (karena senpai-nya juga melakukannya) sehingga semakin banyak minarai yang terluka saat latihan akibat tergores kuku temannya.

Suatu hari, saat sedang berlatih berpasangan, kaki salah seorang minarai tersangkut dogi temannya yang robek, dan terjatuh menimpa tembok dojo. Dan karena tembok tersebut hanyalah partisi, yang terbuat dari triplek, retaklah tembok tersebut.

Tentu saja tidak ada yang memperbaikinya. Di sesi latihan berikutnya, semua orang di dalam dojo mulai berlatih sokuto geri dengan menendangi tembok tersebut.

Beberapa bulan kemudian hanya reruntuhan-lah yang tersisa. Semua hanya karena seorang senpai yang berkuku panjang.

Contoh di atas memang saya lebih-lebihkan, tapi Anda paham maksud saya bukan? Intinya adalah sebuah kejadian akan selalu memicu terjadinya kejadian yang lain.

Beberapa pelajaran yang bisa dipetik adalah:

Segera ganti kaca jendela yang pecah dengan yang baru. Jangan biarkan sebuah kesalahan, sekecil apapun itu, terus terulang. Tampillah bersih dan rapi. Bersihkan dojo (ingat samu). Ganti peralatan latihan yang rusak dengan alat yang baru. Potong rapi rambut Anda. Cukur jenggot dan kumis. Cuci bersih dogi Anda. Ikatkan obi (sabuk) Anda dengan benar. Gunakan bahasa yang sopan. Santun-lah dalam bertingkah laku.

Tanpa kita sadari, kita semua sangat sensitif terhadap lingkungan di sekitar kita. Dan semua tindakan kita dipengaruhi oleh persepsi kita terhadap dunia di sekeliling kita.

Kalau Anda ingin semuanya baik-baik saja, selalu berpikirlah kedepan dan segera potong mata rantai yang menurut Anda akan memicu terjadinya lingkaran setan yang akan sulit untuk Anda kendalikan.        


Nama Anda
New Johny WussUpdated: 2:56 PM

0 komentar:

Post a Comment

Copyscape

Protected by Copyscape

Blog Archive

Powered by Blogger.

Paling Dilihat

CB