♫♬ Guru-lah pelita, penerang dalam gulita, jasamu tiada tara... ♫♬
GURU...
Kalau kata orang jawa, guru adalah kependekan dari kalimat "digugu lan ditiru" (dituruti dan ditirukan) yang artinya seorang guru adalah seseorang yang harus kita hormati, kita turuti kata-katanya, dan kita tiru teladan baiknya.
Karena itulah seorang guru harus memiliki ilmu, akhlak, moral, dan kelakuan yang baik sehingga layak "digugu" dan "ditiru" oleh murid-muridnya.
Tetapi, pendidikan itu bukan cuma satu arah. Percuma saja kalau gurunya memberi teladan baik, tetapi murid-muridnya tidak mau meniru teladan tersebut. Pendidikan tidak akan berjalan dengan baik kalau guru bukan lagi "digugu lan ditiru" melainkan "diguyu lan ditinggal turu" (ditertawakan dan ditinggal tidur).
Tujuan pendidikan akan tercapai kalau ada hubungan timbal balik (yang baik) antara guru dan murid, Seorang guru harus menyayangi murid-muridnya dan kebalikannya seorang murid harus mencintai gurunya [dan sebelum Anda berpikiran salah, mencintai dan menyayangi disini bukanlah seperti halnya suatu hubungan asmara, tetapi lebih seperti hubungan antara orang tua dan anak].
Seorang guru yang baik tentunya menyayangi dan dicintai oleh murid-muridnya. Tetapi terkadang ada hal-hal tertentu (yang biasanya dilakukan oleh pihak murid) yang bisa merusak hubungan timbal balik tersebut.
Anda tahu, seorang guru--entah itu guru sekolah, guru musik, ataupun 'guru' beladiri--mengajar bukan semata-mata demi uang. Bukan berarti mereka tidak mau dibayar, sama sekali bukan, tapi lebih dari itu, bagi mereka mengajar adalah passion, mengajar adalah "panggilan hidup".
Bagi mereka mengajar bukan sekedar sebuah pekerjaan, mereka mengajar bukan sekedar untuk menimbun pundi-pundi uang, mereka mengajar karena mereka menginginkan murid-muridnya berkembang, karena mereka peduli pada kita, karena mereka peduli pada Anda. Karena itu, beruntunglah Anda yang memiliki hubungan baik dengan guru-guru Anda.
Tetapi bagaimana dengan Anda yang hubungan dengan gurunya kurang baik? Setidaknya Anda bisa menghindari beberapa "perusak hubungan baik" berikut ini.
Dan karena blog ini adalah blog tentang seni beladiri, saya hanya akan menuliskan hal-hal perusak yang saya temukan di dalam latihan beladiri saja.
Apa sajakah hal-hal tersebut?
#1:
Anda melupakan hal-hal yang sudah diajarkan oleh guru Anda
Anda melupakan satu detail kecil dari sebuah jurus. Ciyus?
Tiga kata. Tiada. Maaf. Bagimu.
Kalau guru Anda telah menghabiskan tidak hanya waktunya tetapi juga waktu Anda (dan waktu murid-muridnya yang lain) untuk mengajari Anda sesuatu, alangkah baiknya kalau Anda mengingatnya. Rekam, catat, ambil gambar, terapkan cara-cara ninja untuk menyimpan ingatan, lakukan apapun untuk bisa terus mengingatnya.
Melupakan ajaran guru Anda tidak hanya sama dengan berkata kalau ajaran yang disampaikannya itu nggak penting, tetapi juga akan menghambat perkembangan Anda sendiri.
Jangan tidak menghormati guru Anda dengan melupakan ajaran-ajarannya.
#2:
Hoaahmm... Anda menguap. Dan mungkin sambil melipat tangan di depan dada
Dalam perkelahian, kita tidak mungkin tidak merasakan amarah. Rasa marah tidak akan bisa kita hilangkan, namun kita harus bisa mengontrolnya.
Kontrol memang sangat penting dalam seni beladiri. Dalam perkelahian (dan juga dalam latihan), kita harus mampu mengontrol situasi, mengontrol lawan kita, dan juga mengontrol diri kita sendiri.
Bukan hanya mengontrol amarah (pikiran) kita tetapi juga mengontrol tubuh dan gerakan kita. Terutama gerakan-gerakan yang menyiratkan pesan sebagai berikut:
"ane bosen; gue gak tertarik; capek deh; aku sudah tahu hal itu; hari ini kencan kemana ya?; malam ini istriku masak apa ya?".
Karena itulah pesan yang tersirat dari gestur menguap dan melipat tangan.
Dan sejauh pengalaman saya, seorang guru/ pelatih/ sensei akan kehilangan mood-nya saat melihat muridnya "berpose" seperti itu, dan mood tersebut tidak akan membaik sampai sesi latihan hari itu berakhir.
Kalau kata orang jawa, guru adalah kependekan dari kalimat "digugu lan ditiru" (dituruti dan ditirukan) yang artinya seorang guru adalah seseorang yang harus kita hormati, kita turuti kata-katanya, dan kita tiru teladan baiknya.
Karena itulah seorang guru harus memiliki ilmu, akhlak, moral, dan kelakuan yang baik sehingga layak "digugu" dan "ditiru" oleh murid-muridnya.
Tetapi, pendidikan itu bukan cuma satu arah. Percuma saja kalau gurunya memberi teladan baik, tetapi murid-muridnya tidak mau meniru teladan tersebut. Pendidikan tidak akan berjalan dengan baik kalau guru bukan lagi "digugu lan ditiru" melainkan "diguyu lan ditinggal turu" (ditertawakan dan ditinggal tidur).
Tujuan pendidikan akan tercapai kalau ada hubungan timbal balik (yang baik) antara guru dan murid, Seorang guru harus menyayangi murid-muridnya dan kebalikannya seorang murid harus mencintai gurunya [dan sebelum Anda berpikiran salah, mencintai dan menyayangi disini bukanlah seperti halnya suatu hubungan asmara, tetapi lebih seperti hubungan antara orang tua dan anak].
Seorang guru yang baik tentunya menyayangi dan dicintai oleh murid-muridnya. Tetapi terkadang ada hal-hal tertentu (yang biasanya dilakukan oleh pihak murid) yang bisa merusak hubungan timbal balik tersebut.
Anda tahu, seorang guru--entah itu guru sekolah, guru musik, ataupun 'guru' beladiri--mengajar bukan semata-mata demi uang. Bukan berarti mereka tidak mau dibayar, sama sekali bukan, tapi lebih dari itu, bagi mereka mengajar adalah passion, mengajar adalah "panggilan hidup".
Image credit: OpenClipart-Vectors |
Tetapi bagaimana dengan Anda yang hubungan dengan gurunya kurang baik? Setidaknya Anda bisa menghindari beberapa "perusak hubungan baik" berikut ini.
Dan karena blog ini adalah blog tentang seni beladiri, saya hanya akan menuliskan hal-hal perusak yang saya temukan di dalam latihan beladiri saja.
Apa sajakah hal-hal tersebut?
#1:
Anda melupakan hal-hal yang sudah diajarkan oleh guru Anda
Anda melupakan satu detail kecil dari sebuah jurus. Ciyus?
Tiga kata. Tiada. Maaf. Bagimu.
Kalau guru Anda telah menghabiskan tidak hanya waktunya tetapi juga waktu Anda (dan waktu murid-muridnya yang lain) untuk mengajari Anda sesuatu, alangkah baiknya kalau Anda mengingatnya. Rekam, catat, ambil gambar, terapkan cara-cara ninja untuk menyimpan ingatan, lakukan apapun untuk bisa terus mengingatnya.
Melupakan ajaran guru Anda tidak hanya sama dengan berkata kalau ajaran yang disampaikannya itu nggak penting, tetapi juga akan menghambat perkembangan Anda sendiri.
Jangan tidak menghormati guru Anda dengan melupakan ajaran-ajarannya.
#2:
Hoaahmm... Anda menguap. Dan mungkin sambil melipat tangan di depan dada
Dalam perkelahian, kita tidak mungkin tidak merasakan amarah. Rasa marah tidak akan bisa kita hilangkan, namun kita harus bisa mengontrolnya.
Kontrol memang sangat penting dalam seni beladiri. Dalam perkelahian (dan juga dalam latihan), kita harus mampu mengontrol situasi, mengontrol lawan kita, dan juga mengontrol diri kita sendiri.
Bukan hanya mengontrol amarah (pikiran) kita tetapi juga mengontrol tubuh dan gerakan kita. Terutama gerakan-gerakan yang menyiratkan pesan sebagai berikut:
"ane bosen; gue gak tertarik; capek deh; aku sudah tahu hal itu; hari ini kencan kemana ya?; malam ini istriku masak apa ya?".
Karena itulah pesan yang tersirat dari gestur menguap dan melipat tangan.
Dan sejauh pengalaman saya, seorang guru/ pelatih/ sensei akan kehilangan mood-nya saat melihat muridnya "berpose" seperti itu, dan mood tersebut tidak akan membaik sampai sesi latihan hari itu berakhir.
Photo credit: RyanMcGuire |
#3:
Anda kurang bersungguh-sungguh
Tentu saja Anda harus bersungguh-sungguh dalam berlatih, tapi bukan berarti Anda harus memukul/ menendang dengan sekuat tenaga atau ber-kiai keras-keras sepanjang sesi latihan misalnya.
Yang dimaksud bersungguh-sungguh disini adalah selalu mendengarkan (dan mengikuti) instruksi dari guru Anda.
Kalau guru Anda menyuruh Anda menendang dengan keras, lakukan tendangan sekuat tenaga Anda; kalau guru Anda menyuruh Anda memuntir lebih dalam pergelangan tangan rekan latihan Anda untuk lebih menimbulkan rasa sakit, lakukan dengan lembut dan pelan; kalau guru Anda menyuruh Anda untuk berbaris, lakukan dengan cepat dan rapi.
Fokus dan berkonsentrasilah penuh dalam latihan. Jangan memikirkan hal-hal lain diluar latihan. Berlatihlah dengan sungguh-sungguh, jangan setengah-setengah.
#4:
Anda berhenti berlatih saat sang guru menghampiri Anda
Ini yang sering saya lihat [dan saya (dan mungkin juga Anda) lakukan ;p], saat sedang berlatih waza berpasangan dengan rekan latihan, saat sang guru sedang berkeliling tempat latihan untuk melihat dan memperbaiki waza dari murid-muridnya, kita seringkali menghentikan latihan kita saat dihampiri oleh sang guru. Ngaku aja wis ;D
Banyak sekali alasannya. Mulai dari tidak mau terlihat salah (dan terlihat bodoh), tidak mau merasa sakit karena menjadi "korban" waza dari guru kita yang ingin memperbaiki teknik kita, atau sekedar ingin beristirahat.
Alasan yang bodoh, saya tahu, tapi ini terjadi, dan cukup sering.
Ingat bahwa beliau menghampiri kita bukan karena iseng, tapi karena beliau peduli pada kita, karena beliau ingin kita berkembang.
Jangan berhenti berlatih saat sedang diperhatikan oleh guru Anda. Kalau memang Anda harus beristirahat, lakukan setelah sang guru selesai memperhatikan Anda dan beralih ke pasangan yang lain.
__________
Jadi masihkah Anda melakukan 4 hal tersebut di atas? Masihkah Anda tidak berusaha untuk menjalin hubungan timbal balik yang baik dengan guru Anda tapi malah merusaknya?
Semoga tidak.
0 komentar:
Post a Comment