Sugih tanpa banda
(kaya tanpa harta)
Sakti tanpa aji-aji
(sakti tanpa ajian)
Ngluruk tanpa bala
(menyerang tanpa bala bantuan)
Menang tanpa ngasorake
(menang tanpa merendahkan)
4 kalimat di atas adalah salah satu (atau salah empat??) dari sekian banyak petuah Semar, tokoh wayang yang merupakan sosok orang tua dari Gareng, Petruk, dan Bagong.
(kaya tanpa harta)
Sakti tanpa aji-aji
(sakti tanpa ajian)
Ngluruk tanpa bala
(menyerang tanpa bala bantuan)
Menang tanpa ngasorake
(menang tanpa merendahkan)
4 kalimat di atas adalah salah satu (atau salah empat??) dari sekian banyak petuah Semar, tokoh wayang yang merupakan sosok orang tua dari Gareng, Petruk, dan Bagong.
Semar, bersama dengan ketiga anaknya, disebut sebagai punakawan yang uniknya cuma ada di Indonesia dan tidak ada di cerita aslinya yang berasal dari India.
Saya tidak akan membahas panjang lebar tentang tokoh Semar ini, tapi saya menemukan keterkaitan yang cukup erat antara petuah Semar yang saya ketik-kan diawal postingan ini dengan seni beladiri.
#1:
Sugih tanpa banda
Di era konsumerisme sekarang ini, banyak orang beranggapan bahwa uang adalah segalanya (ada benarnya sih, tanpa uang Anda bahkan tidak akan bisa buang air kecil di terminal bus). Karena itulah semua orang berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya.
Tetapi, ini yang seringkali dilupakan, ada hal yang jauh lebih penting daripada uang--bahkan raja Salomo/ Sulaiman pun lebih memilihnya daripada harta yang berlimpah.
Ya, benar.... kebijaksanaan.
Di dunia seni beladiri, uang bisa diumpamakan dengan waza/ teknik beladiri sedangkan kebijaksanaan adalah pemahaman prinsip dari waza/ teknik beladiri tersebut.
Percuma saja kita bisa mengaplikasikan banyak teknik/ waza tanpa memahami prinsip di balik teknik/ waza tersebut.
Kalau kita benar-benar memahami prinsip dari suatu teknik/ waza, satu saja, kita akan bisa beradaptasi dan mengaplikasikan teknik/ waza tersebut dalam berbagai situasi, bahkan situasi dimana seakan-akan gerakan atau waza tersebut tidak dirancang untuk digunakan.
Misalnya salah satu teknik tai sabaki (olah tubuh) yang disebut sashi kae ashi. Seakan-akan teknik tersebut hanya dibuat untuk menghindar dari serangan, tetapi tahukah Anda kalau secara prinsip teknik tersebut juga bisa dipakai untuk menyerang?
Sugih tanpa banda, kaya dalam seni beladiri tanpa harus menguasai banyak teknik/ waza.
#2:
Sakti tanpa aji-aji
Seorang shinobi yang hebat harus menguasai semua jutsu yang ada di dunia (termasuk kioku no jutsu dan shinobi aruki).
Meskipun kata-kata tersebut (bukan yang dalam tanda kurung) diucapkan oleh Orochimaru, salah seorang tokoh "antagonis" dalam anime/ manga Naruto, ironisnya banyak orang yang beranggapan sama.
Seorang pendekar yang hebat dinilai dari berapa banyak teknik beladiri yang dikuasainya, dari berapa banyak medali dan piala yang diperolehnya, atau dari berapa banyak perkelahian yang dimenangkannya [berarti saya juga termasuk pendekar hebat dong karena begini-begini saya tidak pernah kalah dalam perkelahian lho '-'v].
Kalau mengacu pada kutipan dari Funakoshi-sensei di atas, seorang pendekar tidak dinilai dari kehebatannya dalam berkelahi/ bertanding melainkan dari moral dan akhlaknya.
Tetapi sayangnya, pendidikan moral dan akhlak ini seringkali terlupakan.
#3:
Ngluruk tanpa bala
Akui saja, kita seringkali memiliki keberanian hanya kalau punya banyak teman. Mulai dari godain cewek sampai dengan berdemo, kita baru "berani" kalau ada bala (teman)-nya.
"Beranilah kalau kamu benar", itulah kata-kata dari salah seorang pelatih beladiri saya yang terus terngiang di telinga. Meskipun jumlah kita lebih sedikit, walaupun tubuh kita lebih kecil, beranilah kalau kita benar. Dan sebaliknya, walaupun jumlah kita jauh lebih banyak, kendati "lawan" kita hanyalah seorang anak SD, kalau memang kita yang salah maka kita pun harus "takut". Itulah (seharusnya) mental dari seorang praktisi seni beladiri.
#4:
Menang tanpa ngasorake
Inilah yang sering terjadi, karena merasa tidak mungkin bisa menang dari seseorang, kita membicarakan (dan membesar-besarkan) kejelekan orang itu tanpa sepengetahuannya sehingga kita terlihat seolah-olah lebih hebat dari orang tersebut.
Tetapi, seperti yang pernah saya bahas dalam postingan cara mudah untuk "menjelekkan" orang lain, kita bisa menang tanpa harus merendahkan lawan kita. Kita bisa menang dengan cara terus menerus meningkatkan kualitas diri kita, tanpa harus merendahkan orang lain.
Ingin menjadi juara? Ingin menang dalam perkelahian? Berlatihlah lebih keras dari calon lawan-lawan Anda.
__________
Itulah dia sedikit petuah bijak dari tokoh Semarmesem untuk kita para pencinta seni beladiri.
Semoga bisa menginspirasi.
Photo credit: Crisco 1492 |
#1:
Sugih tanpa banda
Di era konsumerisme sekarang ini, banyak orang beranggapan bahwa uang adalah segalanya (ada benarnya sih, tanpa uang Anda bahkan tidak akan bisa buang air kecil di terminal bus). Karena itulah semua orang berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya.
Tetapi, ini yang seringkali dilupakan, ada hal yang jauh lebih penting daripada uang--bahkan raja Salomo/ Sulaiman pun lebih memilihnya daripada harta yang berlimpah.
Ya, benar.... kebijaksanaan.
Di dunia seni beladiri, uang bisa diumpamakan dengan waza/ teknik beladiri sedangkan kebijaksanaan adalah pemahaman prinsip dari waza/ teknik beladiri tersebut.
Percuma saja kita bisa mengaplikasikan banyak teknik/ waza tanpa memahami prinsip di balik teknik/ waza tersebut.
Kalau kita benar-benar memahami prinsip dari suatu teknik/ waza, satu saja, kita akan bisa beradaptasi dan mengaplikasikan teknik/ waza tersebut dalam berbagai situasi, bahkan situasi dimana seakan-akan gerakan atau waza tersebut tidak dirancang untuk digunakan.
Misalnya salah satu teknik tai sabaki (olah tubuh) yang disebut sashi kae ashi. Seakan-akan teknik tersebut hanya dibuat untuk menghindar dari serangan, tetapi tahukah Anda kalau secara prinsip teknik tersebut juga bisa dipakai untuk menyerang?
Sugih tanpa banda, kaya dalam seni beladiri tanpa harus menguasai banyak teknik/ waza.
#2:
Sakti tanpa aji-aji
Seorang shinobi yang hebat harus menguasai semua jutsu yang ada di dunia (termasuk kioku no jutsu dan shinobi aruki).
Meskipun kata-kata tersebut (bukan yang dalam tanda kurung) diucapkan oleh Orochimaru, salah seorang tokoh "antagonis" dalam anime/ manga Naruto, ironisnya banyak orang yang beranggapan sama.
Seorang pendekar yang hebat dinilai dari berapa banyak teknik beladiri yang dikuasainya, dari berapa banyak medali dan piala yang diperolehnya, atau dari berapa banyak perkelahian yang dimenangkannya [berarti saya juga termasuk pendekar hebat dong karena begini-begini saya tidak pernah kalah dalam perkelahian lho '-'v].
"Martial arts is not about fighting, its about building character" - Funakoshi Gichin
Kalau mengacu pada kutipan dari Funakoshi-sensei di atas, seorang pendekar tidak dinilai dari kehebatannya dalam berkelahi/ bertanding melainkan dari moral dan akhlaknya.
Tetapi sayangnya, pendidikan moral dan akhlak ini seringkali terlupakan.
#3:
Ngluruk tanpa bala
Akui saja, kita seringkali memiliki keberanian hanya kalau punya banyak teman. Mulai dari godain cewek sampai dengan berdemo, kita baru "berani" kalau ada bala (teman)-nya.
Image credit: rebeccadevitt0 |
#4:
Menang tanpa ngasorake
Inilah yang sering terjadi, karena merasa tidak mungkin bisa menang dari seseorang, kita membicarakan (dan membesar-besarkan) kejelekan orang itu tanpa sepengetahuannya sehingga kita terlihat seolah-olah lebih hebat dari orang tersebut.
Tetapi, seperti yang pernah saya bahas dalam postingan cara mudah untuk "menjelekkan" orang lain, kita bisa menang tanpa harus merendahkan lawan kita. Kita bisa menang dengan cara terus menerus meningkatkan kualitas diri kita, tanpa harus merendahkan orang lain.
Ingin menjadi juara? Ingin menang dalam perkelahian? Berlatihlah lebih keras dari calon lawan-lawan Anda.
__________
Itulah dia sedikit petuah bijak dari tokoh Semar
Semoga bisa menginspirasi.
0 komentar:
Post a Comment