Pariwara

Followers

Ketakutan Terbesar

Posted by Yonatan Adi on 1:10 PM

Berani bukan berarti tidak punya rasa takut.

Seberani apapun diri kita, kita tentunya memiliki ketakutan tersendiri pada suatu hal tertentu.

Rasa takut biasanya muncul pada saat kita sedang menghadapi bahaya ataupun situasi yang belum kita kenal--misalnya dikejar-kejar oleh seseorang dengan badan sebesar pegulat sumo, dengan tato disekujur tubuhnya, yang memakai kalung rantai dan gelang bergerigi di kedua lengannya, yang tentu saja sangat wajar kalau kita merasa takut (iya gak sih?).

Tetapi ada juga lho ketakutan yang tidak bisa dijelaskan dan sebenarnya tidak "berbahaya" sama sekali, ketakutan jenis ini disebut dengan fobia; ada yang takut dengan ketinggian (akrofobia), ada yang takut dengan kegelapan (nyctophobia), ada pula yang takut dengan tempat sempit dan tertutup (klaustrofobia). Bahkan saya, yang keren dan tidak pernah kalah dalam perkelahian ini, takut... eh jijik pada serangga [terutama kecoa, lagian siapa sih yang gak jijik dengan kecoa?].

Akan tetapi saya punya ketakutan yang jauh lebih horor daripada rasa takut jijik saya pada kecoa. Dan ironisnya, ketakutan tersebut justru banyak saya temui di dojo, tempat yang bisa disebut rumah kedua bagi saya.

Photo credit: maraisea
Takut apa?

Minarai alias pemula.

Hiii...

Mereka yang dengan bangganya mondar-mandir di tempat latihan dengan sabuk putih yang melilit di pinggangnya, mereka yang sok inosen dan bertingkah seolah-olah tidak tahu apa-apa.

"Bagaimana cara mengikatkan obi (sabuk)?", mungkin itulah yang pertama kali akan mereka tanyakan.

"Bagaimana cara mengepal yang benar?", mereka meminta penjelasan.

"Tangan mana yang memukul duluan? Tangan kiri atau tangan kanan?", tanya mereka dengan raut muka kebingungan.

Bahkan terkadang mereka sepertinya tidak bisa membedakan mana kiri dan mana kanan.

Tetapi saya tahu, mereka sedang menunggu waktu yang tepat, saat yang tepat untuk "menyerang".

Dan saat saya lengah... mereka akan menyikut hidung saya, memukul perut saya, dan atau menendang kinteki saya.

Dan apa yang mereka katakan? "Maaf senpai gak sengaja". Anda pun hanya bisa bilang: "Gapapa, namanya juga masih baru, kecelakaan bisa saja terjadi". Tetapi saya tahu kalau mereka (para pemula tersebut) tertawa di dalam hatinya, "Kapok", mungkin itu gumam mereka dalam hati.

Saya pun cuma bisa tersenyum, meskipun di dalam hati saya merasa hina, malu, dan (sedikit) marah. Saya merasa tidak pantas memakai sabuk hitam, saya merasa harga diri saya sebagai seorang yudansha hancur berantakan.

Namun saya harus tetap jaim, saya harus menampakkan bahwa saya baik-baik saja (padahal ya sakit ;p), kalau tidak mereka akan kehilangan rasa segan dan hormat (juga takut :D)-nya kepada saya.

Saya harus tetap terlihat sebagai seorang pemimpin, bukan seorang penguasa yang menghukum bawahannya dengan semena-mena saat mereka melakukan kesalahan.

Jadi, kalau saya ditanya apa ketakutan terbesar saya, jawabannya bukanlah takut (eh salah lagi) jijik pada kecoa, tetapi takut pada minarai yang baru mulai berlatih.

Hiii...👻




__________

Bagi yang belum ngeh, tulisan di atas hanyalah guyonan belaka--kecuali bagian jijik dengan kecoa, karena saya benar-benar jijik (dan bukan takut) pada kecoa, suwer ^-^v.

Tetapi akui saja, siapa sih yang tidak pernah merasa kikuk saat berlatih sparing dengan seorang pemula? Pemula yang menyerang dengan ngawur dan membabi buta? Atau siapa yang tidak pernah, meskipun secara tak sengaja, terkena pukulan ataupun tendangan saat sedang berlatih waza/ teknik secara berpasangan dengan seorang pemula? Saya sih pernah... eh gak pernah ding.

Berbeda dengan murid yang tingkatannya sudah lebih tinggi, pemula biasanya masih berpura-pura kesulitan mengontrol gerakan, tenaga, dan juga serangannya, karena itu "kecelakaan" dalam latihan masih akan sering terjadi. Tetapi seiring berjalannya waktu, kesulitan tersebut lambat laun juga akan teratasi.

Karena memang itulah tujuan dari latihan beladiri: memampukan kita untuk tidak hanya mengontrol gerakan, tenaga, dan juga serangan kita, tetapi yang jauh lebih penting adalah mengontrol emosi kita. Karena seperti yang pernah dikatakan oleh seseorang (saya lupa siapa, seingat saya sih Bruce Lee): "Perkelahian adalah emosi yang terkontrol".


Nama Anda
New Johny WussUpdated: 1:10 PM

0 komentar:

Post a Comment

Copyscape

Protected by Copyscape

Blog Archive

Powered by Blogger.

Paling Dilihat

CB