Sudah menjadi rahasia umum bahwa Shorinji kempo adalah seni beladiri yang paling sedikit peminatnya (setidaknya di dojo tempat saya berlatih).
Kebetulan, tempat yang kami pakai berlatih digunakan secara bergantian oleh beberapa aliran seni beladiri termasuk karate, taekwondo, dan pencak silat. Dan kalau dibandingkan... seperti bumi dan langit. Jumlah peserta latihan misalnya, di Shorinji kempo, dalam satu sesi latihan, pesertanya mungkin hanya sekitar 6-12 orang saja, bandingkan dengan pencak silat yang bisa mencapai 20-25 orang,ceweknya cantik-cantik pula.
Memang sih, Shorinji kempo kurang populer kalau dibandingkan dengan karate misalnya [kalau tidak percaya coba Anda tanyakan Shorinji kempo pada 10 orang secara acak, besar kemungkinan 9 dari mereka akan menjawab: tidak tahu]. Tetapi, justru itulah yang (menurut saya) menjadi keunggulan dari Shorinji kempo.
Jumlah murid yang sedikit akan membuat sang pelatih bisa mencurahkan perhatian sepenuhnya. Pelatih akan bisa melihat (hampir) semua kesalahan yang dilakukan oleh murid-muridnya dan melakukan koreksi seperlunya. Pelatih juga akan bisa melakukan "pendekatan" personal kepada setiap muridnya.
Dan bukan... bukan pendekatan seperti yang Anda bayangkan. Hafal nama dari masing-masing murid (katanya sih nama adalah kata-kata terindah di dunia bagi si pemilik nama, dan menurut buku How to Win Friends and Influence People yang pernah saya baca, orang yang Anda hafalin namanya juga akan menyukai Anda), mengetahui keunggulan dan kekurangan dari masing-masing murid (bukan hanya dalam teknik dan gerakan beladiri tetapi juga karakternya), dan juga mengetahui seberapa jauh si murid telah menguasai gerakan/ teknik beladiri adalah beberapa contoh "pendekatan" yang saya maksudkan.
Memang benar, si murid pasti akan merasa "terekspos" (bayangkan Anda berlatih bersama 3 orang rekan latihan dan bandingkan kalau Anda berlatih bersama 19 orang), namun pelatih bisamengakali... err mengatasi hal itu dengan tidak hanya "mencela" kesalahan tetapi juga memuji setiap kemajuan yang dicapai oleh si murid.
Kenapa ini semua penting? Orang yang berlatih secara "privat" biasanya akan jauh lebih mahir daripada mereka yang berlatih secara masal (dan ini tidak hanya berlaku dalam seni beladiri saja). Banyak guru besar beladiri yang dulunya juga belajar beladiri secara privat.
Gichin Funakoshi misalnya, beliau belajar beladiri secara privat kepada gurunya, Asato Anko (proses latihannya pun sangat berat, seperti yang bisa Anda baca dalam latihan beladiri tempoe doeloe, seperti apa sih?). Seandainya saja Funakoshi berlatih secara 'masal', beliau pasti tidak akan masuk ke dalam jajaran 7 tokoh beladiri modern paling berpengaruh. Begitu pula dengan Nakano Michiomi, Morihei Ueshiba, ataupun Jigoro Kano.
Kebetulan, tempat yang kami pakai berlatih digunakan secara bergantian oleh beberapa aliran seni beladiri termasuk karate, taekwondo, dan pencak silat. Dan kalau dibandingkan... seperti bumi dan langit. Jumlah peserta latihan misalnya, di Shorinji kempo, dalam satu sesi latihan, pesertanya mungkin hanya sekitar 6-12 orang saja, bandingkan dengan pencak silat yang bisa mencapai 20-25 orang,
Memang sih, Shorinji kempo kurang populer kalau dibandingkan dengan karate misalnya [kalau tidak percaya coba Anda tanyakan Shorinji kempo pada 10 orang secara acak, besar kemungkinan 9 dari mereka akan menjawab: tidak tahu]. Tetapi, justru itulah yang (menurut saya) menjadi keunggulan dari Shorinji kempo.
Jumlah murid yang sedikit akan membuat sang pelatih bisa mencurahkan perhatian sepenuhnya. Pelatih akan bisa melihat (hampir) semua kesalahan yang dilakukan oleh murid-muridnya dan melakukan koreksi seperlunya. Pelatih juga akan bisa melakukan "pendekatan" personal kepada setiap muridnya.
Dan bukan... bukan pendekatan seperti yang Anda bayangkan. Hafal nama dari masing-masing murid (katanya sih nama adalah kata-kata terindah di dunia bagi si pemilik nama, dan menurut buku How to Win Friends and Influence People yang pernah saya baca, orang yang Anda hafalin namanya juga akan menyukai Anda), mengetahui keunggulan dan kekurangan dari masing-masing murid (bukan hanya dalam teknik dan gerakan beladiri tetapi juga karakternya), dan juga mengetahui seberapa jauh si murid telah menguasai gerakan/ teknik beladiri adalah beberapa contoh "pendekatan" yang saya maksudkan.
Memang benar, si murid pasti akan merasa "terekspos" (bayangkan Anda berlatih bersama 3 orang rekan latihan dan bandingkan kalau Anda berlatih bersama 19 orang), namun pelatih bisa
Kenapa ini semua penting? Orang yang berlatih secara "privat" biasanya akan jauh lebih mahir daripada mereka yang berlatih secara masal (dan ini tidak hanya berlaku dalam seni beladiri saja). Banyak guru besar beladiri yang dulunya juga belajar beladiri secara privat.
Gichin Funakoshi misalnya, beliau belajar beladiri secara privat kepada gurunya, Asato Anko (proses latihannya pun sangat berat, seperti yang bisa Anda baca dalam latihan beladiri tempoe doeloe, seperti apa sih?). Seandainya saja Funakoshi berlatih secara 'masal', beliau pasti tidak akan masuk ke dalam jajaran 7 tokoh beladiri modern paling berpengaruh. Begitu pula dengan Nakano Michiomi, Morihei Ueshiba, ataupun Jigoro Kano.
Photo credit: goodfreephotos.com |
Tetapi, di dunia modern sekarang ini, dimana seni beladiri sudah menjadi ladang bisnis (kecuali di Shorinji kempo karena Doshin So melarang kenshi-nya untuk mencari penghasilan dari Shorinji kempo), banyak pelatih yang lebih menyukai kuantitas ketimbang kualitas (secara kalau muridnya banyak duit-nya kan juga ikut banyak).
Lalu bagaimana menyikapinya?
Kuantitas sama pentingnya dengan kualitas, kita boleh-boleh saja menerima murid sebanyak-banyaknya tapi sesuaikan juga dengan kemampuan (kita masih harus bisa memberikan perhatian kepada masing-masing murid). Akan lebih baik mempunyai 20 orang murid yang benar-benar memahami teori dan praktek beladiri daripada 100 orang murid yang--kata orang jawa--mbelgedhes.
Tetapi sekali lagi, semuanya tergantung pada pilihan Anda, karena hidup adalah pilihan, life is a choice, so choose wisely.
0 komentar:
Post a Comment