Video games seringkali dicap memberi pengaruh buruk serta mengajarkan kekerasan pada pemainnya. Tjap yang konyol dan sangat mengada-ada kalau menurut saya.
Bukan berarti saya mendukung setiap anak berusia 7 tahun untuk memainkan game Grand Theft Auto (GTA) V--yang jelas akan memberi pengaruh buruk karena bocah-bocah itu memang 'belum waktunya' memainkan game GTA V yang mempunyai rating ESRB 'M' alias dewasa, tetapi yang jadi pertanyaan adalah apakah game-game yang mengandung konten kekerasan seperti GTA, Resident Evil, ataupun Dead Rising akan mempengaruhi pemainnya untuk berbuat kekerasan? Jawabannya tentu saja tidak.
Saya mengenal banyak gamer yang hobi memainkan game dengan label "contain scene of explicit violence and gore" tetapi mereka nggak pernah sekalipun berbuat kekerasan.
Saat saya masih SMP-SMA--ketika game bernama "Mortal Kombat" sedang ngetren-ngetrennya--setiap hari saya memainkan "Ultimate Mortal Kombat 3" di konsol Sega Genesis bersama dengan kakak saya (dan merasa puas setiap kali berhasil 'mengeluarkan' fatality dan brutality) tetapi saya juga nggak menjadi orang yang sadis.
Bukan berarti saya mendukung setiap anak berusia 7 tahun untuk memainkan game Grand Theft Auto (GTA) V--yang jelas akan memberi pengaruh buruk karena bocah-bocah itu memang 'belum waktunya' memainkan game GTA V yang mempunyai rating ESRB 'M' alias dewasa, tetapi yang jadi pertanyaan adalah apakah game-game yang mengandung konten kekerasan seperti GTA, Resident Evil, ataupun Dead Rising akan mempengaruhi pemainnya untuk berbuat kekerasan? Jawabannya tentu saja tidak.
Photo credit: BagoGames |
Saat saya masih SMP-SMA--ketika game bernama "Mortal Kombat" sedang ngetren-ngetrennya--setiap hari saya memainkan "Ultimate Mortal Kombat 3" di konsol Sega Genesis bersama dengan kakak saya (dan merasa puas setiap kali berhasil 'mengeluarkan' fatality dan brutality) tetapi saya juga nggak menjadi orang yang sadis.
Sepanjang 'karir' saya bermain game (sejak kelas 2 SD betewe), saya justru banyak mendapat pelajaran berharga dari video games. Apa sajakah itu?
#1. Apa yang kita cari terkadang tidak ada di tempat kita mencarinya
Super Mario Bros. (SMB) adalah salah satu game konsol pertama yang saya mainkan (sebelumnya saya banyak memainkan game and watch yang dulu saya [atau kita] sebut gimbot). Dalam SMB tugas Anda sebagai Mario adalah menyelamatkan putri kerajaan jamur yang diculik oleh Bowser. Setelah melalui berbagai rintangan Anda pun tiba di istana sang raja pasukan koopa itu serta berhasil mengalahkannya (dengan cara menceburkannya ke dalam lava atau 'menyemburnya' dengan bola api).
Namun ketika Anda tiba di ruangan dimana sang putri seharusnya disekap, Anda hanya mendengar (atau lebih tepatnya membaca) kalimat: "Thank you Mario, but our princess is in another castle", KZL banget nggak sih?
Pelajaran yang bisa dipetik: apa yang Anda cari terkadang tidak berada di tempat yang Anda pikirkan. Saya pernah bingung mencari-cari kunci sepeda motor yang saya pikir berada di saku celana, tetapi ternyata saya menemukannya di bawah bantal. Intinya adalah jangan pernah berhenti mencari apabila Anda belum menemukan apa yang Anda cari di tempat yang seharusnya Anda bisa menemukan apa yang Anda cari (jelas gak sih maksud kalimat saya?).
#2. Segala sesuatu ada manfaatnya, jangan membuang/ menjual apapun
Role Playing Game (atau disingkat RPG) adalah genre game favorit saya. Di awal permainan--ketika musuh/ monster yang Anda kalahkan memberikan exp dan 'uang' yang nilainya kecil--untuk membeli senjata dan armor yang lebih kuat Anda harus menjual senjata atau armor Anda sebelumnya (yang lebih lemah).
Dalam game "Final Fantasy IX" ada sebuah dungeon yang bernama Ipsen's Castle dimana di dalam dungeon ini semakin lemah senjata yang Anda gunakan semakin besar damage yang Anda hasilkan saat menyerang musuh. Tetapi hampir bisa dipastikan Anda telah menjual semua senjata Anda yang lemah (untuk membeli senjata yang lebih kuat) jauh sebelum mencapai tempat ini (tempat ini baru bisa diakses di pertengahan disc 3). Untungnya Squaresoft--developer game ini--berbaik hati karena kita masih bisa membeli lagi senjata-senjata tersebut atau kita juga bisa menemukannya di dalam dungeon.
Pelajaran yang bisa dipetik: saya tidak meminta Anda untuk menumpuk barang-barang yang tidak berguna, tetapi tentunya Anda bisa memilah-milah mana barang yang masih bisa digunakan dan mana barang yang sudah benar-benar tidak dibutuhkan.
Role Playing Game (atau disingkat RPG) adalah genre game favorit saya. Di awal permainan--ketika musuh/ monster yang Anda kalahkan memberikan exp dan 'uang' yang nilainya kecil--untuk membeli senjata dan armor yang lebih kuat Anda harus menjual senjata atau armor Anda sebelumnya (yang lebih lemah).
Dalam game "Final Fantasy IX" ada sebuah dungeon yang bernama Ipsen's Castle dimana di dalam dungeon ini semakin lemah senjata yang Anda gunakan semakin besar damage yang Anda hasilkan saat menyerang musuh. Tetapi hampir bisa dipastikan Anda telah menjual semua senjata Anda yang lemah (untuk membeli senjata yang lebih kuat) jauh sebelum mencapai tempat ini (tempat ini baru bisa diakses di pertengahan disc 3). Untungnya Squaresoft--developer game ini--berbaik hati karena kita masih bisa membeli lagi senjata-senjata tersebut atau kita juga bisa menemukannya di dalam dungeon.
Pelajaran yang bisa dipetik: saya tidak meminta Anda untuk menumpuk barang-barang yang tidak berguna, tetapi tentunya Anda bisa memilah-milah mana barang yang masih bisa digunakan dan mana barang yang sudah benar-benar tidak dibutuhkan.
#3. Semakin sering Anda melakukan sesuatu semakin ahli pula Anda melakukannya
Final Fantasy II adalah salah satu game Final Fantasy yang paling 'aneh'. Tidak seperti game RPG lain, Anda tidak akan mengalami 'level up' atau menemukan exp. poin disini. Sebagai gantinya Anda akan menemukan sebuah sistem yang 'nggak biasa'.
Misalnya Anda ingin Firion--salah satu karakter dalam game ini--ahli menggunakan pedang, Anda harus meng-equip Firion dengan senjata jenis pedang dan menggunakannya berulang kali dalam battle untuk menyerang musuh. Semakin sering Firion menggunakan pedang semakin meningkat pula kemampuannya.
Pelajaran yang bisa dipetik: Anda nggak akan mungkin langsung ahli dalam melakukan sesuatu. Anda harus mempelajari dan mempraktekkannya berkali-kali. Mungkin pada mulanya Anda tidak begitu bisa melakukan sesuatu hal tersebut, tetapi setelah berulang kali melakukannya (dan berulangkali melakukan kesalahan) kemampuan Anda akan semakin meningkat.
Demikian pula dalam seni beladiri--hobi saya yang lain selain bermain game--semakin sering kita berlatih sebuah teknik, kemampuan kita untuk mengaplikasikan teknik tersebut juga akan semakin meningkat.
#4. Seorang 'teman' tidak selalu mendukung Anda, seorang 'musuh' tidak selalu menentang Anda
Final Fantasy II adalah salah satu game Final Fantasy yang paling 'aneh'. Tidak seperti game RPG lain, Anda tidak akan mengalami 'level up' atau menemukan exp. poin disini. Sebagai gantinya Anda akan menemukan sebuah sistem yang 'nggak biasa'.
Misalnya Anda ingin Firion--salah satu karakter dalam game ini--ahli menggunakan pedang, Anda harus meng-equip Firion dengan senjata jenis pedang dan menggunakannya berulang kali dalam battle untuk menyerang musuh. Semakin sering Firion menggunakan pedang semakin meningkat pula kemampuannya.
Pelajaran yang bisa dipetik: Anda nggak akan mungkin langsung ahli dalam melakukan sesuatu. Anda harus mempelajari dan mempraktekkannya berkali-kali. Mungkin pada mulanya Anda tidak begitu bisa melakukan sesuatu hal tersebut, tetapi setelah berulang kali melakukannya (dan berulangkali melakukan kesalahan) kemampuan Anda akan semakin meningkat.
Demikian pula dalam seni beladiri--hobi saya yang lain selain bermain game--semakin sering kita berlatih sebuah teknik, kemampuan kita untuk mengaplikasikan teknik tersebut juga akan semakin meningkat.
#4. Seorang 'teman' tidak selalu mendukung Anda, seorang 'musuh' tidak selalu menentang Anda
Xenoblade Chronicles adalah salah satu game RPG terpanjang yang pernah saya mainkan (butuh waktu 102 jam lebih untuk menamatkannya). Di dalam game yang menceritakan konflik antara homs (manusia) dan mechon (sejenis robot/ android) ini, ada dua karakter yang menarik yaitu Dickson dan Egil.
Dickson yang sejak awal permainan terlihat selalu mendukung Shulk (si karakter utama) dan teman-temannya ternyata adalah kaki tangan Zanza (sang antagonis utama) dan bahkan sempat 'membunuh' Shulk. Sedangkan Egil--yang adalah pemimpin para mechon--pada akhirnya mempercayakan tugas untuk mengakhiri konflik serta mendamaikan kedua ras mereka kepada Shulk.
Pelajaran yang bisa dipetik: bukannya saya nggak percaya dengan pertemanan sejati, tetapi ada orang yang berteman dengan kita hanya untuk tujuan tertentu dan berhenti menjadi teman kita setelah tujuannya tercapai. Demikian pula dengan seorang musuh, mungkin seseorang memusuhi kita karena mempunyai pandangan yang bertentangan dengan pandangan kita, tetapi setelah kedua pandangan tersebut bisa disatukan, 'musuh' tersebut justru akan menjadi seorang sahabat.
#5. Teman Anda terkadang mengambil keuntungan dari Anda
"Contra" adalah salah satu game terbaik di konsol Nintendo. Bagi yang belum tahu (kemana aja loe), Contra adalah game bergenre run n' gun yang susahnya minta ampun. Dan berbeda dengan game lain yang (biasanya) lebih mudah kalau dimainkan berdua, game ini justru bertambah sulit saat dimainkan oleh dua orang.
Meskipun terdapat cheat yang bisa menambah 'nyawa' karakter Anda menjadi 30 (dari sebelumnya cuma 3), cheat tersebut hanya sedikit mempermudah game ini. Yang bikin jengkel adalah kalau kita bermain dengan teman yang 'kurang pintar', yang mati setiap 5 detik sekali, apabila 'nyawa' teman kita tersebut habis, dia masih bisa melanjutkan permainan dengan cara mengambil 'nyawa' kita.
Pelajaran yang bisa dipetik: hubungan pertemanan adalah hubungan yang seharusnya bersifat simbiosis mutualisme, tetapi terkadang ada juga 'teman' yang menjadi parasit, hanya mengingat kita disaat dirinya sedang kesusahan dan melupakan kita saat dirinya senang.
__________
Itulah dia beberapa pelajaran hidup yang bisa kita ambil dari dunia video games (kendati sedikit agak maksa hehe). Anda yang menilai bahwa game adalah sesuatu yang buruk, semoga artikel ini bisa sedikit mengubah penilaian Anda.
Bacaan terkait: Benarkah Video Games Meningkatkan Refleks dan Mempercepat Proses Pengambilan Keputusan?
__________
Itulah dia beberapa pelajaran hidup yang bisa kita ambil dari dunia video games (kendati sedikit agak maksa hehe). Anda yang menilai bahwa game adalah sesuatu yang buruk, semoga artikel ini bisa sedikit mengubah penilaian Anda.
Bacaan terkait: Benarkah Video Games Meningkatkan Refleks dan Mempercepat Proses Pengambilan Keputusan?
0 komentar:
Post a Comment