Bahasa Jepang, bahasa yang susah-susah gampang. Mungkin mudah untuk belajar bercakap-cakap menggunakan bahasa Jepang, tapi belajar kanji yang jumlahnya ribuan itu? Alamak...
Belum lagi aturan yang sedikit "aneh". Sebagai contoh, huruf "n" yang terletak di akhir kata dibaca "ng", huruf "n" sebelum huruf "p" atau "b" dibaca "m". Ada juga pelafalan huruf depan sebuah kata yang berubah-ubah, kata "tendangan" misalnya, jika berdiri sendiri dilafalkan "keri" (ya, pakai "k") tapi apabila ada kata yang mendahuluinya, misalnya "sokuto", maka pelafalannya menjadi "-geri". [Oh iya, bagi yang belum tahu "geri" kalau berdiri sendiri artinya bukan "tendangan" melainkan "diare"], dan masih banyak lagi yang lain.
Tapi saya memiliki ketertarikan tersendiri pada bahasa dan bangsa Jepang, bukan karena Tsubasa Amami ataupun Takako Kitahara [hayoo ngaku siapa yang tahu 😬], tapi karena saat ini saya sedang mendalami salah satu aliran seni beladiri yang berasal dari Jepang (dan juga karena sering nonton anime macamHigh School DxD...err Doraemon).
Diantara sekian banyak ketertarikan saya, salah satunya adalah "yojijukugo" atau yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa kita kurang lebih berarti "pepatah yang terdiri atas empat kata".
Ada ribuan yojijukugo di Jepang, tapi karena niche blog ini adalah seni beladiri, di postingan ini saya hanya akan menuliskan beberapa diantaranya yang ada hubungannya dengan seni beladiri.
Langsung saja disimak
1. isseki ni chou = satu batu dua burung
Seni beladiri tidak hanya mengajarkan teknik atau cara-cara untuk membela diri (bukan berkelahi) saja. Secara garis besar, seni beladiri mempunyai tiga manfaat yaitu kesehatan yang lebih baik, pengembangan karakter, dan (tentu saja) beladiri.
Dalam satu aktivitas Anda mendapatkan tiga manfaat sekaligus. Satu batudua tiga burung. Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui.
2. junin toiro = sepuluh orang sepuluh warna
Dulu sewaktu masih "hijau", saya sering mengalami kebingungan dalam latihan. Bukan karena penggunaan bahasa Jepang ataupun teknik-teknik Shorinji kempo yang cukup rumit [Ok, itu bikin bingung juga], tapi karena teknik (yang sama) yang diajarkan kepada saya terlihat berbeda antara satu senpai dengan senpai yang lain.
Saya beri contoh satu teknik yang disebut "uchi uke zuki", satu senpai mengajarkan untuk melakukan fumi komi ashi sedangkan senpai yang lain mengajarkan untuk cukup melakukan zen kutsu dachi saja. Kini, setelah tingkatan saya semakin tinggi, saya tahu bahwa perbedaan itu terjadi karena para senpai saya itu telah 'menyerap' dan menyesuaikan teknik uchi uke zuki tersebut dengan pembawaan serta postur tubuh mereka (ingat shu - ha - ri).
Satu teknik yang sama tidak akan terlihat sama persis di tangan orang yang berbeda. Sepuluh orang sepuluh warna. Junin toiro.
3. bun bu ryo do = "jalan hidup" pena dan seni beladiri
Dalam seni beladiri tradisional, kita memang berlatih teknik-teknik beladiri untuk mengatasi serangan lawan secara fisik. Tetapi, kalau latihan kita hanya sampai pada tahap itu saja, maka kita hanya akan mendapatkan kekuatan fisik yang seiring waktu akan semakin melemah. Karena itu kita harus melampaui tahap fisik tersebut dan masuk ke tahap spiritual.
Bagaimana caranya? Cara yang paling mudah adalah dengan ber-meditasi. Untungnya, di Shorinji kempo (seni beladiri yang saya dalami), kita diajari untuk melakukan sazen (meditasi duduk), tapi sayangnya (terutama diluar Jepang), praktek sazen ini hanya sekedar formalitas dan tidak benar-benar dipelajari.
Selain meditasi ada juga cara lain yang lebih sulit yaitu dengan menekuni seni lain selain seni beladiri. Para master seni beladiri jaman baheula melakukannya [ingat Gichin Funakoshi yang juga adalah penulis puisi dengan nama pena Shoto, yang akhirnya menjadi nama dari salah satu aliran karate?]. Ada yang memilih seni melukis, ada yang memilih untuk menulis puisi, dan yang paling sering adalah seni kaligrafi.
Seni kaligrafi (shodo = secara harfiah berarti jalan hidup kuas) adalah salah satu bentuk meditasi dengan menggunakan kuas. Seperti yang sudah pernah saya bahas disini, meditasi adalah salah satu sarana untuk menghubungkan tubuh, jiwa, dan pikiran. Dalam shodo tulisan yang ditulis dengan menggunakan kuas adalah cerminan dari jiwa dan pikiran dari si seniman.
Terdengar muluk-muluk? Gini aja wis, karena dojo tempat saya berlatih (dan melatih) adalah dojo universitas atau dengan kata lain sebagian besar anggotanya adalah mahasiswa, saya beri contoh yang gampang:
Sebagai seorang mahasiswa, kewajiban yang paling utama tentu saja adalah belajar, tapi jangan sampai "tugas" tersebut menghalangi Anda untuk berkembang dalam seni beladiri, demikian pula sebaliknya, jangan sampai latihan beladiri Anda mengganggu kegiatan perkuliahan. Kuliah dan seni beladiri berjalan bersama-sama. Ilmu pengetahuan (pena) dan seni beladiri sama-sama berkembang. Bun bu ryo do.
4. [Waduhh... udah jam segini, bisa terlambat kerja nih. Kita percepat saja kalau gitu...]
ko un ryu sui = seperti awan yang melayang, seperti air yang mengalir
5. kisshu fushin = bertangan iblis, berhati malaikat
6. nai go gai ju =garing diluar lembut di dalam "keras" di dalam, "lembut" di luar
7. on ko chi shin = menemukan hal baru dengan belajar dari masa lalu
Karena sudah cukup panjang, saya cukupkan sampai disini dulu.
Punya yojijukugo favorit Anda sendiri? jangan malu-malu untuk membagikannya di kolom komentar.
Anda juga boleh kok untuk share, atau mengikuti saya di blog ini.
Belum lagi aturan yang sedikit "aneh". Sebagai contoh, huruf "n" yang terletak di akhir kata dibaca "ng", huruf "n" sebelum huruf "p" atau "b" dibaca "m". Ada juga pelafalan huruf depan sebuah kata yang berubah-ubah, kata "tendangan" misalnya, jika berdiri sendiri dilafalkan "keri" (ya, pakai "k") tapi apabila ada kata yang mendahuluinya, misalnya "sokuto", maka pelafalannya menjadi "-geri". [Oh iya, bagi yang belum tahu "geri" kalau berdiri sendiri artinya bukan "tendangan" melainkan "diare"], dan masih banyak lagi yang lain.
Tapi saya memiliki ketertarikan tersendiri pada bahasa dan bangsa Jepang, bukan karena Tsubasa Amami ataupun Takako Kitahara [hayoo ngaku siapa yang tahu 😬], tapi karena saat ini saya sedang mendalami salah satu aliran seni beladiri yang berasal dari Jepang (dan juga karena sering nonton anime macam
Diantara sekian banyak ketertarikan saya, salah satunya adalah "yojijukugo" atau yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa kita kurang lebih berarti "pepatah yang terdiri atas empat kata".
"Cat got your tongue?" | photo credit: attanatta |
Langsung saja disimak
1. isseki ni chou = satu batu dua burung
Seni beladiri tidak hanya mengajarkan teknik atau cara-cara untuk membela diri (bukan berkelahi) saja. Secara garis besar, seni beladiri mempunyai tiga manfaat yaitu kesehatan yang lebih baik, pengembangan karakter, dan (tentu saja) beladiri.
Dalam satu aktivitas Anda mendapatkan tiga manfaat sekaligus. Satu batu
2. junin toiro = sepuluh orang sepuluh warna
Dulu sewaktu masih "hijau", saya sering mengalami kebingungan dalam latihan. Bukan karena penggunaan bahasa Jepang ataupun teknik-teknik Shorinji kempo yang cukup rumit [Ok, itu bikin bingung juga], tapi karena teknik (yang sama) yang diajarkan kepada saya terlihat berbeda antara satu senpai dengan senpai yang lain.
Saya beri contoh satu teknik yang disebut "uchi uke zuki", satu senpai mengajarkan untuk melakukan fumi komi ashi sedangkan senpai yang lain mengajarkan untuk cukup melakukan zen kutsu dachi saja. Kini, setelah tingkatan saya semakin tinggi, saya tahu bahwa perbedaan itu terjadi karena para senpai saya itu telah 'menyerap' dan menyesuaikan teknik uchi uke zuki tersebut dengan pembawaan serta postur tubuh mereka (ingat shu - ha - ri).
Satu teknik yang sama tidak akan terlihat sama persis di tangan orang yang berbeda. Sepuluh orang sepuluh warna. Junin toiro.
3. bun bu ryo do = "jalan hidup" pena dan seni beladiri
Dalam seni beladiri tradisional, kita memang berlatih teknik-teknik beladiri untuk mengatasi serangan lawan secara fisik. Tetapi, kalau latihan kita hanya sampai pada tahap itu saja, maka kita hanya akan mendapatkan kekuatan fisik yang seiring waktu akan semakin melemah. Karena itu kita harus melampaui tahap fisik tersebut dan masuk ke tahap spiritual.
Bagaimana caranya? Cara yang paling mudah adalah dengan ber-meditasi. Untungnya, di Shorinji kempo (seni beladiri yang saya dalami), kita diajari untuk melakukan sazen (meditasi duduk), tapi sayangnya (terutama diluar Jepang), praktek sazen ini hanya sekedar formalitas dan tidak benar-benar dipelajari.
Selain meditasi ada juga cara lain yang lebih sulit yaitu dengan menekuni seni lain selain seni beladiri. Para master seni beladiri jaman baheula melakukannya [ingat Gichin Funakoshi yang juga adalah penulis puisi dengan nama pena Shoto, yang akhirnya menjadi nama dari salah satu aliran karate?]. Ada yang memilih seni melukis, ada yang memilih untuk menulis puisi, dan yang paling sering adalah seni kaligrafi.
Seni kaligrafi (shodo = secara harfiah berarti jalan hidup kuas) adalah salah satu bentuk meditasi dengan menggunakan kuas. Seperti yang sudah pernah saya bahas disini, meditasi adalah salah satu sarana untuk menghubungkan tubuh, jiwa, dan pikiran. Dalam shodo tulisan yang ditulis dengan menggunakan kuas adalah cerminan dari jiwa dan pikiran dari si seniman.
Gambar dari pixabay.com |
Sebagai seorang mahasiswa, kewajiban yang paling utama tentu saja adalah belajar, tapi jangan sampai "tugas" tersebut menghalangi Anda untuk berkembang dalam seni beladiri, demikian pula sebaliknya, jangan sampai latihan beladiri Anda mengganggu kegiatan perkuliahan. Kuliah dan seni beladiri berjalan bersama-sama. Ilmu pengetahuan (pena) dan seni beladiri sama-sama berkembang. Bun bu ryo do.
4. [Waduhh... udah jam segini, bisa terlambat kerja nih. Kita percepat saja kalau gitu...]
ko un ryu sui = seperti awan yang melayang, seperti air yang mengalir
5. kisshu fushin = bertangan iblis, berhati malaikat
6. nai go gai ju =
7. on ko chi shin = menemukan hal baru dengan belajar dari masa lalu
Karena sudah cukup panjang, saya cukupkan sampai disini dulu.
Punya yojijukugo favorit Anda sendiri? jangan malu-malu untuk membagikannya di kolom komentar.
Anda juga boleh kok untuk share, atau mengikuti saya di blog ini.
0 komentar:
Post a Comment