Pariwara

Followers

Kasih Ibu dan Seni Beladiri

Posted by Yonatan Adi on 7:49 PM

"Ibuku sayang, masih terus berjalan
Walau tapak kaki penuh darah... penuh nanah
Seperti udara... kasih yang engkau berikan,
tak mampu ku membalas... ibu... ibu"

Pernah mendengar penggalan lirik lagu di atas?

Yup... benar sekali, tiga kalimat di atas adalah penggalan dari lirik lagu "Ibu" yang diciptakan dan dinyanyikan oleh salah seorang seniman senior Indonesia Iwan Fals.

Lagu yang dilantunkan oleh penyanyi legendaris bernama asli Virgiawan Listanto ini, menceritakan tentang kekaguman seorang anak terhadap perjuangan ibunya untuk membesarkan, merawat, dan mendidiknya.

Lagu yang dirilis pada tahun 1988 ini juga menunjukkan rasa hormat seorang anak kepada ibunya yang telah merawat dirinya tanpa pamrih. Saking besarnya kasih sayang dan jasa sang ibu, sampai-sampai si anak merasa bahwa sampai kapanpun ia tidak akan mampu membalasnya.

Dan memang benar, sekuat apapun kita berusaha, kita tidak akan mampu membalas jasa seorang ibu (dan juga ayah) yang telah mengasuh kita mulai dari dalam kandungan hingga menjadi seperti sekarang ini... setidaknya tidak secara langsung.

Photo credit: VaniaRaposo
Kita masih bisa "membalas" jasa ibu kita secara tidak langsung, yaitu dengan cara merawat dan mendidik anak-anak kita seperti halnya ibu kita yang telah merawat dan mendidik kita dulu (bahkan mungkin sampai sekarang).

Dan Anda tahu, hal yang (hampir) sama juga bisa kita temui dalam seni beladiri (budo).

(Kendati tidak sebesar jasa dari seorang ibu) kita juga tidak akan mampu membalas jasa dari para sensei dan pelatih yang telah melatih, mendidik, dan menjadi mentor kita dalam menjalani "do" (jalan hidup).

Dan seperti halnya seorang ibu, mereka juga tidak mengharapkan balasan apapun dari murid-muridnya. Mereka (sensei dan pelatih Anda) sudah cukup puas kalau murid didikannya, atau dengan kata lain Anda, mengalami kemajuan dalam seni beladiri yang Anda pelajari; mereka sudah merasa senang kalau Anda bisa menampilkan kemampuan terbaik (apalagi menang) dalam pertandingan; mereka juga merasa sangat gembira kalau Anda membayar iuran bulanan tepat waktu, dan lain sebagainya.

Tetapi apa Anda merasa cukup dengan itu saja? Apakah ucapan terimakasih Anda hanya segitu saja?

Anda tetap bisa kok "membalas" jasa pelatih atau sensei Anda.

Bagaimana caranya?

Dengan cara melatih dan mendidik junior atau murid-murid Anda seperti halnya sensei dan pelatih Anda dulu telah melatih serta mendidik Anda; dengan cara "mengembalikan" apa yang telah Anda terima dari sensei dan pelatih Anda kepada murid atau junior Anda (dan bukan malah menghilang setelah merasa cukup mendapatkan ilmu).

Kalau Anda tidak mau melakukannya, berarti Anda telah durhaka tidak hanya kepada sensei/ pelatih Anda, tetapi juga kepada dojo dan bahkan kepada seni beladiri yang Anda tekuni. Anda tentunya tidak mau dikutuk menjadi makiwara... eh menjadi batu seperti Malin Kundang bukan?

Saya tutup postingan ini dengan lirik lagu "Kasih Ibu Kepada Beta" ciptaan S. M. Muchtar (ada yang ingat dengan lagu ini nggak?) 

"Kasih ibu, kepada beta
Tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi
Tak harap kembali
Bagai sang surya menyinari dunia"

Jadi sudahkah Anda "membalas" jasa ibu, sensei, dojo, dan seni beladiri Anda?


Nama Anda
New Johny WussUpdated: 7:49 PM

0 komentar:

Post a Comment

Copyscape

Protected by Copyscape

Blog Archive

Powered by Blogger.

Paling Dilihat

CB