Anda pastinya pernah menonton film-film silat klasik Tiongkok seperti Pendekar Ulat Sutera, Pendekar Pemanah Rajawali, Return of the Condor Heroes, To Liong To, Pendekar Harum, dan sebagainya bukan?
Di film-film tersebut kita bisa melihat bahwa para pendekar--terutama golongan putih--mempunyai posisi yang terhormat di masyarakat [dan selalu dikelilingi oleh cewek-cewek cantik :D]. Orang-orang biasa (yang bukan pendekar) selalu memanggil seorang pendekar dengan sebutan 'tuan pendekar', seorang pendekar yang menginap di sebuah penginapan atau makan di sebuah kedai selalu mendapat pelayanan terbaik, bahkan seorang pendekar legendaris seperti Kwee Cheng misalnya tidak hanya dihormati oleh rakyat biasa tetapi juga dihormati oleh pendekar-pendekar yang lain.
Hal ini sebenarnya sangatlah wajar karena karena pendekar-pendekar aliran putih tersebut adalah seorang yang berilmu tinggi dan sakti mandraguna tetapi mereka tidak pernah menggunakan kesaktiannya itu untuk kepentingannya sendiri. Mereka selalu menggunakan ilmu dan kesaktiannya itu untuk melawan kejahatan dan membela rakyat yang lemah. Para pendekar dalam film-film tersebut juga digambarkan mempunyai jiwa yang mulia, mereka berbuat kebaikan bahkan ikut berjuang memerdekakan bangsanya tanpa meminta balasan sama sekali.
Coba bandingkan dengan sekarang, sekarang ini para pendekar hanyalah orang biasa yang berlatih seni beladiri. Mungkin mereka masih dihormati di kalangan organisasi beladiri-nya (misalnya seorang sensei karate dihormati oleh murid-muridnya), tetapi di mata masyarakat mereka hanyalah orang biasa.
Hal ini sebenarnya sangatlah wajar karena karena pendekar-pendekar aliran putih tersebut adalah seorang yang berilmu tinggi dan sakti mandraguna tetapi mereka tidak pernah menggunakan kesaktiannya itu untuk kepentingannya sendiri. Mereka selalu menggunakan ilmu dan kesaktiannya itu untuk melawan kejahatan dan membela rakyat yang lemah. Para pendekar dalam film-film tersebut juga digambarkan mempunyai jiwa yang mulia, mereka berbuat kebaikan bahkan ikut berjuang memerdekakan bangsanya tanpa meminta balasan sama sekali.
Photo: KUNG FU PANDA oleh Generation Bass |
Turunnya derajat pendekar dan seni beladiri ini kemungkinan disebabkan oleh banyaknya penyalahgunaan dari seni beladiri. Banyak orang yang mengaku dirinya pendekar tetapi menjadi preman atau tukang pukul, 'profesi' yang dianggap hanya mengandalkan otot dan kekerasan serta menyengsarakan orang yang lemah (kalau di film silat Tiongkok mereka inilah yang disebut sebagai pendekar golongan hitam).
Kalau begitu kenapa para pendekar di film-film tersebut tetap dihormati walaupun ada juga yang menyalahgunakan ilmu silatnya? Ini karena adanya pendekar golongan putih yang melawan penyalahgunaan tersebut. Sekarang ini sangat jarang (bahkan mungkin tidak ada) seorang pendekar yang mau mendedikasikan waktu dan tenaganya untuk melawan 'pendekar golongan hitam' dan membela yang lemah.
Di jaman modern ini, orang yang berpendidikan tinggilah yang mendapat tempat terhormat di masyarakat. Jaman memang telah bergeser, ilmu pengetahuan jauh lebih dihargai daripada seni beladiri. Bukannya saya anti dengan pendidikan, Kano Jigoro--seorang tokoh beladiri modern terkemuka dan pendiri olahraga judo--juga sangat mementingkan pendidikan. Beliaulah orang pertama yang berhasil menyatukan pendidikan dan seni beladiri dengan memasukkan judo dan kendo ke dalam kurikulum pendidikan Jepang.
Tapi kalau boleh memilih, saya ingin pendekar mendapatkan tempat kembali seperti dulu. Karena bagi saya, seni beladiri bukan hanya sekedar hobi atau olahraga untuk menjaga kesehatan, seni beladiri adalah 'do', seni beladiri adalah jalan hidup.
Setuju dengan saya?
Setuju dengan saya?
Bung, jaman sekarang orang latihan bela diri akan semakin merasa sok jagoan.. Ini sudah saya sering temui di kampus saya. Ada yang jago MMA, Muay Thai kemudian gayanya sok2an banget. Ditatap sedikit langsung tantang balik. Sukanya mengancam orang lewat medsos dll...
ReplyDeleteSaya sendiri hobi latihan tinju dan kickboxing. Beberapa orang yang tau hobi saya, saya sering ditantang untuk bertarung, tiap kali ketemu selalu ditatap seakan mereka menantang
Gitu ya bung, sejauh pengetahuan saya yang terbatas semakin jago seseorang terhadap suatu seni beladiri, dia akan semakin merendah. Mungkin orang-orang yang suka menantang orang lain, mengancam di medsos dan sebagainya tersebut masih hangat-hangatnya ikut latihan beladiri. Saya juga pernah mengalami ketika masih sabuk hijau/biru merasa jagoan sehingga bahasa jawanya kemlinti dan sombong. Tapi semakin saya mendalami seni beladiri, rasa sombong dan sok jagoan itu lama-lama menghilang. Saya menjadi bisa berpikir kalau berlatih saja cukup sakit dan melelahkan apalagi berkelahi beneran.
DeletePendekar sejati sll memihak kebenaran: pendekar2 hukum, pendekar2 sukarelawan sosial dll.Jaman berubah tp spirit pendekar jgn sampai luntur.
ReplyDeleteBener banget gan.
ReplyDeleteMenurut saya, pendekar jaman dahulu dihormati bukan karena ilmu beladirinya. Namun NILAI KEBERMANFAATANNYA di masyarakat luas. Nilai-nilai ini dapat dirasakan dan memberikan KONTRIBUSI NYATA untuk para masyarakat.
ReplyDeleteNah, jaman sekarang orang tetep bisa dihormati jika memang orang itu bermanfaat untuk masyarakatnya. Terlepas latar belakang orang tersebut. Apakah dia seorang pendekar, seorang dokter, seorang guru, atau apapun. hehehe..
Salam persahabatan mas Yonatan Adi. Monggo mampir ke blog saya www.wingchunsport.com.
Maturnuwun.
Salam persahabatan juga mas,
DeleteSekarang ini sebagian besar praktisi beladiri memang terkesan "egois", mereka belajar beladiri hanya untuk kepentingannya sendiri misalnya untuk ikut dalam pertandingan, untuk kebugaran tubuh, dan lain sebagainya. Sangat jarang sekali orang belajar beladiri untuk kemudian "mengamalkannya" dalam masyarakat.
Tetapi tidak semua praktisi beladiri seperti itu, saya juga mengenal seorang teman yang ingin belajar beladiri setelah melihat kejadian seseorang yang dicopet tetapi tidak berani menolong karena merasa tidak punya kemampuan untuk menolong.
Sebenarnya semua aliran seni beladiri mendidik praktisinya untuk berguna bagi masyarakat. Contohnya di seni beladiri yang saya dalami saat ini, di dalam janji kenshi, salah satu barisnya berbunyi "akan mengamalkan Shorinji Kempo bagi masyarakat banyak, dan tidak hanya untuk kepentingan pribadi". Oknumnya saja yang tidak mau melakukannya, atau yang lebih parah, mereka "mengamalkannya" dengan cara yang salah, seperti menjadi preman.
Itulah yang membuat citra seorang pendekar dan seni beladiri secara keseluruhan menjadi buruk.