Pariwara

Followers

Refleksi 17 Agustus

Posted by Yonatan Adi on 10:27 AM

Hari ini, 71 tahun yang lalu, bangsa Indonesia, melalui bapak Ir. Sukarno dan bapak Drs. Moh. Hatta, memproklamasikan kemerdekaannya. Kemerdekaan yang diperoleh dengan darah dan keringat dari ribuan bahkan jutaan putra bangsa yang kita sebut pahlawan, para pahlawan yang berjuang menjaga keseimbangan dunia, tapi semua berubah setelah negara api menyerang... ups maaf salah intro ;D.

Photo credit: Frans Mendur
Tanggal 17 Agustus selalu kita peringati setiap tahunnya dengan upacara bendera, pesta, lomba-lomba, dan dekorasi merah putih dimana-mana. Tetapi benarkah itu yang diinginkan oleh para pahlawan untuk kita lakukan?

Kecuali upacara bendera yang merupakan wujud dari rasa cinta tanah air dan penghargaan kepada para pahlawan (meskipun saya paling tidak suka kalau harus mengikuti upacara bendera ;p--yang suka mengikuti upacara bendera silakan protes), saya kurang setuju dengan acara perayaan yang lain. Bukan berarti saya tidak ikut bergembira dengan ulang tahun kemerdekaan bangsa kita, tetapi yang kurang saya setujui adalah sikap dari saudara-saudara saya sebangsa dan setanah air setelah momen 17-an selesai.

Kita menyanyikan lagu-lagu kebangsaan, menghias jalan dengan pernak-pernik berwarna merah putih, memekikkan pekik "merdeka" di acara-acara seperti barikan (tradisi orang jawa dalam memperingati 17 Agustus), tetapi setelah momen 17-an selesai tidak terlihat sama sekali rasa cinta kita pada tanah air seperti yang kita perlihatkan saat momen 17-an. Banyak sekali contohnya mulai dari cara kita memperlakukan orang lain, perilaku kita membuang sampah, sampai dengan kesiapan kita untuk membela ataupun meningkatkan martabat bangsa.

Saya mengerti dengan kesiapan untuk membela atau meningkatkan martabat bangsa, tapi apa hubungannya cara memperlakukan orang lain dengan rasa cinta tanah air? 
Kita perlu ingat bahwa para pahlawan tidak hanya berjuang untuk memerdekakan negara Indonesia-nya saja tetapi juga segala sesuatu di dalamnya termasuk warga negara/orang-orangnya.

Perilaku kita yang terkadang kurang menghargai orang lain sama saja dengan kurang menghargai perjuangan para pahlawan bangsa, yang sama saja dengan tidak cinta tanah air. Ingat bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya (menurut yang saya baca dari buku pelajaran keponakan saya sih ;D).


Hobi kita membuang sampah tidak pada tempatnya juga termasuk perilaku yang tidak menghargai para pahlawan lho, karena dengan membuang sampah secara sembarangan kita telah mengotori lingkungan yang berarti kita telah tidak menghargai wilayah negara yang telah diperjuangkan mati-matian oleh mereka.
 
Saya kan hanya orang biasa, bagaimana saya bisa membela atau meningkatkan derajat bangsa dan negara? 
Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk membela atau meningkatkan derajat bangsa dan negara. Salah satu diantaranya adalah dengan memperbaiki disiplin diri.

Meningkatkan derajat bangsa dan negara juga bisa dilakukan lewat even olahraga. Seperti yang kita semua tahu, perayaan 17 Agustus tahun ini bertepatan dengan pelaksanaan Olimpiade musim panas di Rio De Janeiro, Brazil, para atlet yang bertanding di ajang tersebut juga telah membela dan atau meningkatkan derajat bangsa dan negara.

Membela atau meningkatkan derajat bangsa dan negara bisa juga diwujudkan dengan berlatih seni beladiri. 

Penulis blog ini pasti seorang yang gila seni beladiri sampai-sampai semua hal dihubungkan dengan beladiri. 
Pendapat Anda ada benarnya hehehe. Di dalam setiap aliran seni beladiri, baik yang berasal dari dalam negeri (seperti pencak silat) maupun yang 'impor', pasti ada semacam janji atau ikrar dimana di dalam janji atau ikrar tersebut selalu ada kalimat yang menyatakan bahwa para praktisi seni beladiri yang bersangkutan adalah pencinta (bukan pecinta) tanah air, bahwa mereka bertekad mempertinggi derajat dan martabat bangsa, dan akan selalu mendahulukan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi/golongan.

Praktisi pencak silat jelas mencintai tanah air karena pencak silat berasal dari Indonesia, tapi bagaimana dengan praktisi beladiri impor? 
Praktisi seni beladiri seperti karate, judo, aikido, thai boxing, dan shorinji kempo, walaupun mengimpor beladiri-nya, bukan berarti nggak cinta tanah air. Selain mempunyai janji dan atau ikrar seperti yang saya sebut di atas, mereka juga mempunyai logo atau lambang organisasi yang sudah di-Indonesia-kan.

Inkai misalnya adalah singkatan dari Institut karate-do Indonesia dengan lambang organisasi yang memasukkan warna merah putih di dalamnya. Seni beladiri yang sedang saya pelajari juga mempunyai logo yang bertuliskan Indonesia yang terpasang di lengan kanan dogi (seragam latihan)-nya.

Jadi apa tidak boleh merayakan hari kemerdekaan dengan lomba, pesta, ataupun perayaan-perayaan yang lain? 
Jawabannya tentu saja adalah: sangat boleh; perayaan-perayaan tersebut adalah wujud dari rasa syukur dan kegembiraan atas kemerdekaan yang telah kita peroleh, tetapi yang lebih penting lagi kita juga harus memperbaiki sikap dan perilaku kita di dalam kehidupan sehari-hari untuk menunjukkan rasa cinta tanah air, bukan hanya saat momen 17 Agustus-an doang

Setuju dengan saya? 

Ngomong-ngomong, perayaan hari kemerdekaan kalah lho dengan perayaan ulang tahun Arema yang dirayakan pada tanggal 11 Agustus. Perayaan ultah Arema selalu diwarnai dengan konvoi besar-besaran dimana para pendukung Arema dengan bangganya mengibar-kibarkan bendera Arema, berbagai macam spanduk juga dipasang di hampir seluruh sudut kota; tetapi perayaan 17 Agustus justru mamring alias sepi, nggak ada konvoi apalagi orang yang mengibar-kibarkan bendera merah putih di jalan.         


Nama Anda
New Johny WussUpdated: 10:27 AM

0 komentar:

Post a Comment

Copyscape

Protected by Copyscape

Blog Archive

Powered by Blogger.

Paling Dilihat

CB